Jumat, 03 Juli 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sebagai mahasiswa program sarjana imu kesejahteraan sosial, sudah selayaknya mengetahui bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial yang harus dipelajari seluk beluknya untuk mendukung pengembangan usaha-usaha kesejahteraan sosial. Bermula dari hal tersebut kita harus mempelajari ilmu psikologi walaupun materi yang kita dapat tidak sedalam mahasiswa psikologi, bahkan hanya sebagian kecil saja. Dalam praktiknya sarjana ilmu kesejahteraan sosial berinteraksi dengan individu dan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Terlebih lagi dalam konteks praktisi sosial sebagai pekerja sosial yang sering dibatasi ruang lingkupnya dalam level mikro dan mezzo yang harus bertatap muka secara langsung dengan klien. Banyaknya klien yang harus kita hadapi dengan kondisi psikologis yang berbeda-beda membuat materi psikologi wajib dikuasai agar program atau solusi yang kiat berikan dapat berhasil secara tepat guna. Selain itu praktisi sosial juga wajib memperhatikan nilai dan prinsip ilmu kesejahteraan sosial yang akan sangat menunjang kelancaran pelaksanaan program sehingga tidak merugikan pihak pemberi layanan maupun klien. Pada awalnya layanan sosial yang ada berasal dari kaum agamis dan bersifat charity atau sukarela. Pada perkembangannya didirikan sekolah untuk menjadi pekerja sosial yang pertama di negara Inggris. Semakin banyak dan luasnya cakupan masalah yang ada di masyarakat mendorong berkembangnya pekerjaan sosial ke arah ilmu kesejahteraan sosial. Hal ini berarti ada keterkaitan yang erat antara psikologi, pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial.
2. TUJUAN
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Menjelaskan definisi atau pengertian dari Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
2. Menjelaskan hubungan antara Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikologi, Pekerjaan Sosial Dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Ø Pengertian Psikologi
Kata psikologi berasal dari dua kata yaitu psyche (jiwa) dan logos (ilmu) yang oleh banyak pihak dimaknai secara berbeda-beda. Berikut ini terdapat beberapa definisi psikologi menurut beberapa ahli:
1. Garden Murphy
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya
1. Morga, King, Weisz dan Schopler
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan, di dalamnya termasuk aplikasi ilmu tersebut terhadap masalah yang dihadapi manusia (human problems)
1. Henry L. Roediger
Psikologi adalah studi yang sistematis mengenai tingkah laku dan kehidupan mental (mental life)
1. Clifford Morgan
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan
1. Edwin G. Boring
Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia
1. Sarlito Wirawan
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dan lingkungan
Dari definisi-definisi di atas diketahui bahwa psikologi secara umum mempelajari tingkah laku manusia dan hewan yang terkait dengan lingkungannya serta aplikasinya terhadap masalah yang dihadapi manusia.
Ø Pengertian Pekerjaan Sosial
Berikut ini adalah beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para ahli:
1. Allen Pincus dan Anne Minahan
Pekerjaan sosial berurusan dengan interaksi antara orang-orang dan lingkungan sosial, sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, mengurangi ketegangan, dan mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.[1]
1. Max Siporin
Pekerjaan sosial didefinisikan sebagai metode institusi sosial untuk membantu orang-orang guna mencegah dan menyelesaikan masalah sosial dengan cara memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosialnya. [2]
1. Friedlander, Walter A. dan Apte, Robert Z.
Pekerjaan sosial adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan ilmiah guna membantu individu, kelompok, maupun masyarakat agar tercapainya kepuasan pribadi dan sosial serta kebebasan.[3]
1. Charles Zastrow
Pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional untuk membantu individu, kelompok atau komunitas guna meningkatkan atau memperbaiki kapasitasnya untuk berfungsi sosial dan menciptakan kondisi masyarakat guna mencapai tujuan-tujuannya.[4]
1. Leonora Scrafica-deGuzman.
Pekerjaan sosial adalah profesi yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan pelayanan sosial yang terorganisasi, dimana tujuannya untuk memfasilitasi dan memperkuat relasi dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling menguntungkan antar individu dengan lingkungan sosialnya, melalui penggunaan metode-metode pekerjaan sosial. [5]
Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi baru yang muncul pada awal abad ke 20, tetapi sudah timbul sejak timbulnya revolusi industri. Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berusaha menyatukan berbagai bidang ilmu atau spesialisasi dari berbagai lapangan praktik. Social worker menangani klien dalam kaitannya dengan memberfungsikan kembali pihak yang mengalami disfungsi sosial sehingga usaha-usaha yang dikembangkan membantu kliennya dalam menjalankan fungsi sosialnya. Menurut Thelma Lee Mendoza disfungsi sosial dapat tejadi karena:
• Ketidakmampuan individu atupun patologi yang membuat seseorang sulit menjalankan tuntutan lingkungannya.
• Ketidakmampuan lingkungan yang di bawah kemampuan individu untuk mnyesuakan diri.
• Ketidakmampuan personal dan situasional.
Disfungsi sosial tersebut dapat diatasi dengan tiga bentuk intervensi, yaitu:
• Intervensi yang dilakukan melalui individu
• Intervensi yang dilakukan melalui situasi atau lingkungannya melalui penyediaan fasilitas dan pelayanan, serta
• Intervensi melalui individu dan juga lingkungannya
Jika dilihat dari hal di atas maka pekerjaan sosial mencakup area yang tidak terlalu luas yaitu pada area mikro dan mezzo walaupun juga mencakup sedikit area makro tetapi tidak lebih banyak dari ilmu kesejahteran sosial, dengan kata lain pekerjaan sosial berada dalam cakupan ilmu kesejahteraan sosial.
Ø Pengertian Ilmu Kesejahteraan Sosial
Jika kita berbicara mengenai ilmu kesejahteraan sosial maka awalnya kita harus berbicara mengenai kesejahteraan sosial itu sendiri. Di bawah ini ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut beberapa ahli.
1. Gertrude Wilson:
“Kesejahteraan sosial merupakan perhatian yang terorganisir dari semua orang untuk semua orang”.
1. Walter Friedlander
“Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial yang dirancang untuk membantu individu atau kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih baik”.
1. Elizabeth Wickenden
“kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat”.
1. Pre-conference working committee for the XVth International Conference of Social Welfare
“Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup mayarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup kebijakan dan pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat seperti pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan pendidikan, rekreasi, tradisi budaya, dan lain sebagainya”.
Definisi-definisi di atas mengandung pengertian bahwa kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi dan spiritual. Selain itu kesejahteran sosial dianalogikan sebagai kesehatan jiwa yang dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu sebagai keadaan, ilmu , kegiatan, dan gerakan.
Dalam kaitannya kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu, ilmu kesejahteraan sosial diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha mengembangkan metodologi (termasuk aspek strategi dan teknik) untuk menangani berbagai macam masalah sosial, baik di tingkat individu, kelompok, keluarga, maupun masyarakat (baik lokal, regional maupun internasional).
Munculnya ilmu kesejahteraan sosial tidak bisa dilepaskan dari kajian sejarah pekerjaan sosial sebagai cikal bakal adanya ilmu kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial yang berawal dari praktik-praktik para relawan mempunyai sekolah khusus untuk pertama kalinya yang diprakarsai oleh Marry Richmond. Selanjutnya dengan meluasnya masalah-masalah sosial yang timbul maka perlu adanya kajian yang lebih luas dibandingkan kajian dalam pekerjaan sosial sehingga muncullah ilmu kesejahteraan sosial yang menggabungkan berbagai ilmu yang lebih banyak daripada pekerjaan sosial. Seperti sudah dikatakan di atas bahwa ilmu kesejahteraan sosial juga mencakup penyelesaian masalah internasional yang berupa kebijakan dan peraturan perundangan.
B. Hubungan Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang berusaha untuk menyatukan berbagai bidang ilmu ataupun spesialisasi dari berbagai lapangan praktek. Masalah-masalah yang dihadapi pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranan berdasarkan status yang ia miliki sesuai dengan harapan masyarakat atau lingkungannya. Pada intinya, pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang secara langsung atau tidak langsung membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam memberfungsikan kembali peranan yang ia atau mereka miliki.
Sebagai sebuah ilmu yang memiliki tujuan utama menciptakan masyarakat yang sejahtera, diperlukan adanya suatu usaha kesejahteraan sosial untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Arthur Dunham , untuk mencapai peningkatan kualitas hidup melalui usaha kesejahteraan sosial, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas hidup di bidang kehidupan anak dan keluarga, bidang kesehatan, kemampuan adaptasi dengan lingkungan sosial, pemanfaatan waktu luang, dll.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa usaha kesejahteraan sosial harus memperhatikan berbagai unsusr dari kehidupan sosial manusia, yaitu individu, kelompok, komunitas, ataupun unit sosial yang lebih luas.
Ilmu pekerjaan sosial sendiri pada intinya merupakan himpunan bagian dari ilmu kesejahteraan sosial, atau dapat pula dikatakan bahwa ilmu kesejahteraan sosial adalah perluasan dari ilmu pekerjaan sosial.
Ilmu pekerjaan sosial lebih memusatkan pada tiga metode pekerjaan sosial yang konvensional, yaitu bimbingan sosial perseorangan, bimbingan sosial kelompok, serta pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Sedangkan ilmu kesejahteraan sosial, selain menggunakan ketiga metode tersebut juga telah memperluas bidang kajiannya dengan bidang yang lebih makro seperti perencanaan kesejahteraan sosial baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional; dan penelitian kesejahteraan sosial.
Dalam hal keterkaitan dengan bidang studi psikologi, pembahasan mengenai keterkaitan pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial akan lebih dekat bila dilihat pada tingkat mikro. Keterkaitannya lebih banyak terlihat dalam hubungan dengan ketiga metode pekerjaan sosial yang konvensional diatas.
Buku Applied Psychology For Social Workers yang dikarang Paula Nicolson dan Rowan Bayne (Isbandi R. Adi, 1994) mencoba menggambarkan mengapa psikologi diajarkan pada para mahasiswa pekerjaan sosial, dan menyimpulkan area-area utama psikologi diterapkan pada bidang praktek kesejahteraan sosial. Pada awal perkembangannya, pekerjaan sosial butuh untuk menguatkan kerangka teoritis dan kebutuhan untuk mendefinisikan batasan serta cakupan praktek pekerjaan sosial telah menjadi sumber perdebatan utama. Hal ini terlihat pada kursus Certificate of Qualification in Social Work (CQSW) yang dikembangkan untuk melatih tenaga professional yang baru dan diusulkan untuk melengkapi para mahasiswa agar dapat menangani rentangan permasalahan sosial yang mempengaruhi berbagai macam kelompok klien. Secara umum tujuan pelatihan pekerja sosial tersebut mengkonsentrasikan diri pada tiga bidang dibawah ini :
1. Membuat pekerja sosial mampu memahami konteks sosial dan politik dari pekerjaannya.
2. Memberikan keterampilan untuk melakukan penilaian dan keterampilan untuk melakukan terapi.
3. Mempertimbangkan pengetahuan teoritis mengenai perkembangan manusia, interkasi sosial, dan luas lingkup disiplin profesionalnya sendiri serta displin professional lain.
Dalam melaksanakan pekerjaan sosial juga dibutuhkan ilmu Psikologi karena dapat memberikan sumbangan dalam mencapai pemahaman pada :
1. Isu-isu praktis dan teoritis mengenai keterampilan wawancara, keterampilan melakukan penilaian, dan ketrampilan melakukan terapi.
2. Perkembangan dan interkasi manusia.
3. Ruang lingkup psikologi terapan yang mendukung pekerjaan soisal dan berbagai layanan kesejahteraan lainnya.
Pada tahun 1950-an terjadi perluasan dalam praktik pekerjaan sosial yang bergerak ke arah pelatihan professional pada pekerja sosial di bidang psikiatri yang merupakan kelompok paling professional dan mempunyai otonomi yang kuat diantara para pekerja sosial. Dalam sejarahnya, mereka mendapat landasan teoritis dari para ahli terapi dan pekerja sosial di Amerika yang berorientasi pada aspek psikodinamik. Mereka mengebangkan metode interfensi yang dikenal dengan nama social case work. Metode ini fleksibel dalam menempatkan kerangka pemahaman mengenai konteks sosial dan psikologi dari permasalahan klien and dapat beradaptasi dengan perubahan alur teori pekerjaan sosial karena metode ini merupakan kerangka teoritis pertama yang mnedukung berkembang pekrejaan sosial sebagai suatu profesi. Dampaknya psikologi disamakan dengan teori psikodinamik.
Dua alasan utama pendekatan ini diadaptasi oleh profesi pekerjaan sosial:
1. Teori psikodinamik secara jelas mengarah pada pemahaman proses emosional dan psikologis yang terjadi pada kehidupan individu dan saat mereka berinteraksi.
2. Alur psikologi secara keseluruhan tidak menunjukkan minat secara utuh dalam memberikan sumbangan terhadap pembentukan teori pekerjaan sosial atau pelatihan pekerjaan sosial
Menurut Kurt Lewin dan Sigmund Freud pandangan dasar dari teori psikodinamika umumnya menggambarkan adanya kekuatan yang mempengaruhi dinamika perilaku seseorang. Perbedaan yang mendasar dari pandangan Lewin dan Freud terlihat dari kekuatan yang mendorong perilaku seseorang. Freud lebih memfokuskan pada aspek dalam diri seseorang sedangkan lewin lebih menekankan kekuatan dari luar diri seseorang yang mempunyai nilai positif dan negative terhadap individu walaupun lewin mengakui adanya dinamika dalam diri individu akibat kekuatan dari unsur yang dalam diri individu.
Walaupun pada awalnya bidang pekerjaan sosial (terutama intervensi mikro) lebih terfokus pada pandangan psikodinamika, dalam pertimbangannya pendekatan psikologi yang lain mulai mendapat perhatian dari bidang pekerjaan sosial maupun ilmu kesejahteraan sosial dalam upaya mengembangkan bidang pekerjaan sosial secara lebih utuh. Menurut Paula Nicolson dan Rowan Bayne, pendekatan psikologi yang dapat diterapkan dibidang pekerjaan sosial adalah sebagai berikut:
1. Ketrampilan yang berkaitan dengan kemampuan menjalin hubungan dengan individu, kelompok, atapun individu dalam kelompok
2. Pendekatan yang terkait dengan isu perkembangan, hubungan antar individu, maupun kehidupan sosial yang terkait dengan relasi antara pekerja sosial dengan klien
3. Pemahaman tentang konteks dalam pekerjaan sosial di tingkat mikro maupun makro
Selain itu materi psikologi memberikan sumbangan bagi penelitian di bidang kesejahteraan sosial berupa metode kulitatif dan kuantitatif untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Hal ini berarti memberikan alternatif dan variasi tambahan dibandingkan dengan masukan dari disiplin kesehatan masyarakat, sosiologi, maupun antropologi. Psikologi juga membantu pengembangan kemampuan organisasi dan administrasi lembaga kesejahteraan sosial serta kepemimpinan dalam lembaga nirlaba.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Psikologi, pekerja sosial dan ilmu kesejahteraan sosial memiliki hubungan yang sangat erat. Hal tersebut disebabkan karena psikologi merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dipelajari oleh pekerja sosial dan ilmu kesejahteraan sosial dalam praktek menyeleseikan masalah-masalah sosial. Selain itu, dengan ilmu psikologi kita dapat lebih memahami kepribadian dan tingkah laku klien sehingga kita dapat menyeleseikan masalah tersebut dengan sudut pandang yang berbeda, yaitu kepribadian klien dan masalah yang sedang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Definisi Pekerjaan sosial, Internet: http://blogs.unpad.ac.id/teguhaditya/script.php/read/definisi-pekerjaan-sosial/, diakses pada 16 Februari 2008
Adi, Isbandi R. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial : Dasar-dasar Pemikiran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Adi, Isbandi R. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: FISIP UI Pers.
________________________________________
[1] Social Work Practice: Model and Methode, 1973 : 9 Itasca, Illinois: Peacock Publishers
[2] Introduction to Social Work Practice, 1975: 3
[3] A Concepts and Methods of Social Work, 1980: 4
[4] Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Service, and Current
Sabtu, 27 Juni 2009
hukum pidana ( resume )
A. Pengertian Hukum PidanaPengertian hukum pidana secara tradisional adalah “Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksa badan”[1]
Pengertian lain adalah, “Hukum pidana adalah peraturan hukum tentang pidana”. Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak dilimpahkan sehari-hari.
Sedangkan Prof. Dr. Moeljatno, SH.[2] menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana bahwa “Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;
2. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut “.
Berkenaan dengan pengertian dari hukum pidana, C.S.T. Kansil juga memberikan definisi sebagai berikut[3]:
“Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum“.
Adapun yang termasuk kepentingan umum menurut C.S.T kansil adalah:
a) Badan peraturan perundangan negara, seperti negara, lembaga-lembaga negara, pejabat negara, pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.
b) Kepentingan umum tiap manusia yaitu, jiwa, raga, tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/harta benda.
B. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Dilihat dari ruang lingkupnya hukum pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut:[4]
1. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis,
2. Hukum pidana sebagai hukum positif,
3. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik,
4. Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif,
5. Hukum pidana material dan hukum pidana formal,
6. Hukum pidana kodifikasi dan hukum pidana tersebar,
7. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus,
8. Hukum pidana umum (nasional) dan hukum pidana setempat.
Hukum pidana objektif (ius peonale) adalah seluruh garis hukum mengenai tingkah laku yang diancam dengan pidana jenis dan macam pidana, serta bagaimana itu dapat dijatuhkan dan dilaksakan pada waktu dan batas daerah tertentu. Artinya, seluruh warga dari daerah (hukum) tersebut wajib menaati hukum pidana dalam arti objektif tersebut.
Hukum pidana objektif (ius peonale) ialah semua peraturan yang mengandung/memuat larangan/ancaman dari peraturan yang diadakan ancaman hukuman. Hukum pidana objektif ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukum pidana material, yaitu peraturan-peraturan yang mengandung perumusan: perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, hukum apakah yang dapat dijatuhkan.
2. Hukum pidana formal, yaitu disebut juga sebagai hukum acara, memuat peraturan-peraturan bagaimana cara negara beserta alat-alat perlengkapannya melakukan hak untuk menghukum (mengancam, menjatuhkan, atau melaksanakan).
Hukum pidana subjektif (ius puniendi) merupakan hak dari penguasa untuk mengancam suatu pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan dalam hukum pidana objektif, mengadakan penyidikkan, menjatuhkan pidana, dan mewajibkan terpidana untuk melaksanakan pidana yang dijatuhkan. Persoalan mengenai apakah dasarnya atau darimana kekuasaan penguasa tersebut, jawabannya menurut E.Y Kanter terletak pada falsafah dari hukum pidana.
Hukum pidana umum (alegemen strafrecht) adalah hukum pidana yang berlaku untuk tiap penduduk, kecuali anggota militer, nama lain dari hukum pidana umum adalah hukum pidana biasa atau hukum pidana sipil (commune strafrecht). Akan tetapi dilihat dari segi pengkodifikasiannya maka KUHP pun disebut sebagai hukum pidana umum, dibanding dengan perundang-undangan lainnya yang tersebar.
Hukum pidana khusus adalah suatu peraturan yang hanya ditunjukkan kepada tindakkan tertentu (tindak pidana subversi) atau golongan tertentu (militer) atau tindakkan tertentu, seperti pemberantasan tindak pidana ekonomi, korupsi, dan lain-lain.
Menurut Samidjo, S.H. hukum pidana khusus dapat disebut:[5]
a. Hukum pidana militer,
b. Hukum pidana fiskal (pajak),
c. Hukum pidana ekonomi,
d. Hukum pidana politik.
Jika suatu perbuatan termasuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam peraturan pidana khusus, yang khusus itulah yang dikenakan, Adagium untuk itu adalah, “Lex specialis derograt lex generalis” jadi, hukum pidana khusus lebih diutamakan daripada hukum pidana umum. Hal dapat kita lihat pada KUHP nasional yang ditentukan dalam pasal 63 ayat 2 KUHP dan pasal 103 KUHP.
Hukum pidana militer merupakan ketentuan-kententuan pidana yang tercantum dalam KUHP militer atau disebut KUHPT, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara dan dikenal juga KUHDT, Kitab Undang-undang Displin Tentara.
Hukum pidana fiskal (pajak) merupakan ketentuan-ketentuan pidana yang tercatum dalam undang-undang mengenai pajak.
Hukum pidana ekonomi merupakan ketentuan yang mengatur pelanggaran ekonomi yang dapat mengganggu kepentingan umum.
Hukum pidana politik merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur kejahatan-kejahatan politik, misalnya menghianati rahasia negara, intervensi, pemberontakan, sabotase.[6]
C. Hubungan Hukum Pidana dengan Ilmu Lain.
Hukum pidana adalah teori mengenai aturan-aturan atau norma-norma hukum pidana. Dalam ruang lingkup sistem ajaran hukum pidana, yamg dinamakan disiplin hukum pidana sebenarnya mencakup ilmu hukum pidana, politik hukum pidana, dan filsafat hukum pidana. Ilmu hukum pidana mencakup beberapa cabang ilmu, ilmu hukum pidana merupakan mencakup ilmu-ilmu sosial dan budaya. Ilmu-ilmu hukum pidana tersebut mencakup ilmu tentang kaedah dan ilmu tentang pengertian yang keduanya disebut sebagai dogmatika hukum pidana serta ilmu tentang kenyataan.
Politik hukum pidana mencakup tindakkan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai tersebut didalam kenyataan. Politik hukum pidana merupakan pemilihan terhadap nilai-nilai untuk mencegah terjadinya delikuensi dan kejahatan.
Filsafat hukum pidana pada hakekatnya merenungkan nilai-nilai hukum pidana, berusaha merumuskan dan menyerasikan nilai-nilai yang berpasangan, tetapi yang mungkin bertentangan.
Objek dalam dogmatik hukum pidana adalah hukum pidana positif, yang mencakup kaidah-kaidah dan sistem sanksi. Ilmu tersebut bertujuan untuk mengadakan analisis dan sistematisasi kaidah-kaidah hukum pidana untuk kepentingan penerapan yang benar. Ilmu tersebut juga berusaha untuk menemukan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar dari hukum pidana positif., yang kemudian menjadi patokan bagi perumusan serta penyusunan secara sistematis.
Sosiologi hukum pidana memusatkan perhatian pada sebab-sebab timbulnya peraturan-peraturan pidana tertentu, serta efektifitasnya di dalam masyarakat. Oleh karena itu ruang lingkup sosiologi hukum pidana sebagai berikut:[7]
a. Proses mempengaruhi antara kaidah-kaidah hukum pidana dan warga masyarakat;
b. Efek dari proses kriminalisasi serta deskriminalisasi;
c. Identifikasi terhadap mekanisme produk dari hukum pidana;
d. Identifikasi terhadap kedudukkan serta peranan para penegak hukum;
e. Efek dari peraturan-peraturan pidana terhadap kejahatan, terutama pola prilakunya.
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang meneliti delikuensi dan kejahatan, sebagai suatu gejala sosial. Jadi, ruang lingkupnya adalah proses terjadinya hukum pidana, penyimpangan terhadap hukum atau pelanggarannya, dan reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Kriminologi mencakup tiga bagian pokok yaitu:
a. Sosiologi hukum pidana yang meneliti dan menganalisis kondisi-kondisi tempat hukum pidana berlaku;
b. Etiologi kriminal yang meneliti serta mengadakan analisis terhadap sebab-sebab terjadinya kejahatan;
c. Penologi yang ruang lingkupnya mencakup pengendalian terhadap kejahatan.
Kriminologi merupakan teori tentang gejala hukum. Dari pengertian ini nampak adanya hubungan antara hukum pidana dengan kriminologi bahwa keduanya sama-sama bertemu dalam kejahatan, yaitu perbuatan/tingkah laku yang diancam pidana.
Adapun perbedaan hukum pidana dan kriminologi terletak pada objeknya. Objek hukum pidana menunjuk pada apa yang dipidana menurut norma-norma hukum pidana yang berlaku. Sedangkan objek kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan kepada lingkungan manusia-manusia tersebut. Dengan demikian, wajarlah bila batasan luas kedua objek ilmu itu tidak sama. Hal ini melahirkan kejahatan sebagai objek hukum pidana dan kejahatan sebagai objek kriminologi.
Hukum pidana memperhatikan kejahatan sebagai pristiwa pidana yang dapat mengancam tata tertib masyarakat, serta kriminologi mempelajari kejahatan sebagai suatu gejala sosial yang melibatkan individu sebagai manusia.
Dengan demikian, hukum pidana melihat bahwa perbuatan melanggar ketentuan hukum pidana disebut sebagai kejahatan, sedangkan kriminologi melihat bahwa perbuatan bertentangan dengan hati nurani manusia disebut kejahatan.
Titik tolak sudut pandang hukum pidana memiliki dua dimensi yaitu, unsur kesalahan dan unsur melawan hukum. Demikian pula kriminologi memiliki dua dimensi, yaitu faktor motif (mental, psikologi, penyakit, herediter) dan faktor sosial yang memberikan kesempatan bergerak. Hukum pidana menekankan pada pertanggungjawaban, sedangkan kriminologi menekankan pada accountabillity apakah perbuatan tersebut selayaknya diperhitungkanpada pelaku, juga cukup membahayakan masyarakat. Dalam kriminologi, unsur kesalahan tidak relevan.
Interaksi hukum pidana dan kriminoligi disebabkan hal-hal berikut:
a. Perkembangan hukum pidana akhir-akhir ini menganut sistem yang memberikan kedudukkan penting bagi kepribadian penjahat dan menghubungkan dengan sifat dan berat-ringannya (ukuran) pemidanaannya.
b. Sejak dulu telah ada perlakuan khusus bagi kejahatan-kejahatan yang dilakukan orang-orang gila dan anak-anak yang menyangkut perspektif-perspektif dan pengertian-pengertiannya. Kriminologi terwujud sedemikian rupa dalam hukum pidana sehingga Criminale science sekarang menghadapi problema-problema dan tugas-tugas yang sama sekali baru dan berhubungan erat dengan kriminologi. Kriminologi tidak tergantung pada perspektif-perspektif dan nilai-nilai hukum pidana. Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan syarat utama sehingga berlakunya norma-norma hukum pidana dapat diawasi oleh kriminologi.
Dalam hubungan dengan dogmatik hukum pidana, kriminologi memberikan kontribusinya dalam menentukkan ruang lingkup kejahatan atau prilaku yang dapat dihukum.
[1] Samidjo, SH., Ringkasan dan Tanya Jawab hukum Pidana, (Bandung: CV Armico, 1985), h 1
[2] Prof. Moeljatno, SH, Asas-Asas hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h 1
[3] Pipin Syarifin, SH, Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h 14-15
[5] Samidjo, SH., Op. Cit, h 2
[7] Prof. DR. Soerjono soekanto, S.H, Suatu Tinjauan Sosiologi hukum terhadap Masalah-masalah Sosial, (Bandung: Alumni, 2001), h 16
Kamis, 25 Juni 2009
Sariawan Ternyata Ga’ Perlu Pake Obat
Sariawan (seriawan) merupakan salah satu keluhan pada mulut yang umum terjadi Indonesia. Sariawan yang sering kita alami tidaklah sama dengan “scurvy“. Dan sariawan juga bukan merubah prekursor (gejala yang mendahului) dari scurvy. Karena scurvy pada zaman sekarang sudah sangat jarang terjadi di dunia.
Apa itu scurvy ?
Scurvy dahulu terjadi ketika orang-orang Eropa berlayar selama berbulan-bulan lamanya untuk berpetualang dan mengambil rempah-rempah yang sangat berlimpah di Asia. Karena berada di atas lautan selama berbulan-bulan, maka para awak kapal tidak bisa mengkonsumsi sayur dan buah. Akibatnya tubuh mereka kehabisan total vitamin C. Padahal kita tahu vitamin C ini sangat dibutuhkan oleh seluruh sel-sel hidup agar dapat berfungsi dengan baik. Makanya timbullah luka-luka pada berbagai tempat, misalnya pada mulu, gusi, dan lidah. Tak hanya itu, selaput lendir mata, usus, hidung, serta kulit juga menunjukkan gejala yang sama.
Melihat keadaan demikian, seorang dokter kapal Inggris, James Lind (1747) berusaha meniliti kenapa keadaan demikian bisa terjadi. Lantas ia mengadakan percobaan di atas kapal tersebut dengan memberi makan separuh dari awak kapal dengan 2 jeruk orange dan sebuah lemon setiap hari. Ternyata kelompok yang diberi makan jeruk ini tidak terserang scurvy, sementara yang tidak diberi buah mengalami sakit. Kemudian ia menyimpulkan bahwa kekurangan vitamin C-lah penyebabnya.
Dan sekarang, kondisi seperti di kapal tersebut hampir-hampir tidak pernah terjadi lagi. Namun, masyarakat tetap makan vitamin C (kadang-kadang dosis tinggi) untuk mengobati atau mencegah sariawan. Padahal, tidak terdapat bukti ilmiah bahwa sariawan (biasa) dapat disembuhkan oleh vitamin C. Walau memang benar, vitamin C sangat diperlukan oleh tubuh kita. Dan alam telah menyediakannya secara berlimpah dalam tomat, jeruk, paprika, cabai, serta berbagai jenis buah dan sayuran dengan kandungan vitamin C yang cukup tinggi. Dan biasanya sariawan akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari bila makanan yang merangsang seperti cabai, cuka, dan yang bersifat asam dihindari untuk sementara.
Dan sebaliknya, ada kecurigaan bahwa vitamin C dosis tinggi (terutama yang dilumatkan dalam mulut) dan makanan yang pedas serta asam merupakan penyebab bahkan memperpanjang sariawan. Banyak laporan yang menyatakan orang-orang yang memakan jeruk asam dari Australia (yang banyak di jual di Indonesia), biasanya langsung terserang sariawan. Dan bila dilakukan challenge test (diberi lagi) sariawan akan timbul lagi.
Namun ada faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan sariawan, diantaranya adalah gigi geraham yang runcing karena patah atau karsinoma.
Dipasaran sekarang tersedia berbagai macam obat untuk mengurangi rasa sakit akibat sariawan. Ada yang berbentuk sirup maupun salep oles. Pilihan kembali kepada Anda, mau menunggu beberapa hari untuk hilangnya sariawan (dengan tidak makan-makanan yang merangsang tentunya) atau membeli obat di apotek karena merasa mengganggu aktifitas sehari, itu terserah Anda.
Anda punya pengalaman dengan sariawan dan punya solusi yang manjur ? Berbagi dengan pembaca lainnya di kolom komentar.
Selasa, 23 Juni 2009
pekerjaan sosial
Hubungan Antara Pekerjaan Sosial, Ilmu Kesejahteraan sosial dan Psikologi
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sebagai mahasiswa program sarjana imu kesejahteraan sosial, sudah selayaknya mengetahui bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial yang harus dipelajari seluk beluknya untuk mendukung pengembangan usaha-usaha kesejahteraan sosial. Bermula dari hal tersebut kita harus mempelajari ilmu psikologi walaupun materi yang kita dapat tidak sedalam mahasiswa psikologi, bahkan hanya sebagian kecil saja. Dalam praktiknya sarjana ilmu kesejahteraan sosial berinteraksi dengan individu dan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Terlebih lagi dalam konteks praktisi sosial sebagai pekerja sosial yang sering dibatasi ruang lingkupnya dalam level mikro dan mezzo yang harus bertatap muka secara langsung dengan klien. Banyaknya klien yang harus kita hadapi dengan kondisi psikologis yang berbeda-beda membuat materi psikologi wajib dikuasai agar program atau solusi yang kiat berikan dapat berhasil secara tepat guna. Selain itu praktisi sosial juga wajib memperhatikan nilai dan prinsip ilmu kesejahteraan sosial yang akan sangat menunjang kelancaran pelaksanaan program sehingga tidak merugikan pihak pemberi layanan maupun klien. Pada awalnya layanan sosial yang ada berasal dari kaum agamis dan bersifat charity atau sukarela. Pada perkembangannya didirikan sekolah untuk menjadi pekerja sosial yang pertama di negara Inggris. Semakin banyak dan luasnya cakupan masalah yang ada di masyarakat mendorong berkembangnya pekerjaan sosial ke arah ilmu kesejahteraan sosial. Hal ini berarti ada keterkaitan yang erat antara psikologi, pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial.
2. TUJUAN
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
- Menjelaskan definisi atau pengertian dari Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
- Menjelaskan hubungan antara Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikologi, Pekerjaan Sosial Dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Ø Pengertian Psikologi
Kata psikologi berasal dari dua kata yaitu psyche (jiwa) dan logos (ilmu) yang oleh banyak pihak dimaknai secara berbeda-beda. Berikut ini terdapat beberapa definisi psikologi menurut beberapa ahli:
- Garden Murphy
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya
- Morga, King, Weisz dan Schopler
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan, di dalamnya termasuk aplikasi ilmu tersebut terhadap masalah yang dihadapi manusia (human problems)
- Henry L. Roediger
Psikologi adalah studi yang sistematis mengenai tingkah laku dan kehidupan mental (mental life)
- Clifford Morgan
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan
- Edwin G. Boring
Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia
- Sarlito Wirawan
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dan lingkungan
Dari definisi-definisi di atas diketahui bahwa psikologi secara umum mempelajari tingkah laku manusia dan hewan yang terkait dengan lingkungannya serta aplikasinya terhadap masalah yang dihadapi manusia.
Ø Pengertian Pekerjaan Sosial
Berikut ini adalah beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para ahli:
- Allen Pincus dan Anne Minahan
Pekerjaan sosial berurusan dengan interaksi antara orang-orang dan lingkungan sosial, sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, mengurangi ketegangan, dan mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.[1]
- Max Siporin
Pekerjaan sosial didefinisikan sebagai metode institusi sosial untuk membantu orang-orang guna mencegah dan menyelesaikan masalah sosial dengan cara memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosialnya. [2]
- Friedlander, Walter A. dan Apte, Robert Z.
Pekerjaan sosial adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan ilmiah guna membantu individu, kelompok, maupun masyarakat agar tercapainya kepuasan pribadi dan sosial serta kebebasan.[3]
- Charles Zastrow
Pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional untuk membantu individu, kelompok atau komunitas guna meningkatkan atau memperbaiki kapasitasnya untuk berfungsi sosial dan menciptakan kondisi masyarakat guna mencapai tujuan-tujuannya.[4]
- Leonora Scrafica-deGuzman.
Pekerjaan sosial adalah profesi yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan pelayanan sosial yang terorganisasi, dimana tujuannya untuk memfasilitasi dan memperkuat relasi dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling menguntungkan antar individu dengan lingkungan sosialnya, melalui penggunaan metode-metode pekerjaan sosial. [5]
Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi baru yang muncul pada awal abad ke 20, tetapi sudah timbul sejak timbulnya revolusi industri. Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berusaha menyatukan berbagai bidang ilmu atau spesialisasi dari berbagai lapangan praktik. Social worker menangani klien dalam kaitannya dengan memberfungsikan kembali pihak yang mengalami disfungsi sosial sehingga usaha-usaha yang dikembangkan membantu kliennya dalam menjalankan fungsi sosialnya. Menurut Thelma Lee Mendoza disfungsi sosial dapat tejadi karena:
- Ketidakmampuan individu atupun patologi yang membuat seseorang sulit menjalankan tuntutan lingkungannya.
- Ketidakmampuan lingkungan yang di bawah kemampuan individu untuk mnyesuakan diri.
- Ketidakmampuan personal dan situasional.
Disfungsi sosial tersebut dapat diatasi dengan tiga bentuk intervensi, yaitu:
- Intervensi yang dilakukan melalui individu
- Intervensi yang dilakukan melalui situasi atau lingkungannya melalui penyediaan fasilitas dan pelayanan, serta
- Intervensi melalui individu dan juga lingkungannya
Jika dilihat dari hal di atas maka pekerjaan sosial mencakup area yang tidak terlalu luas yaitu pada area mikro dan mezzo walaupun juga mencakup sedikit area makro tetapi tidak lebih banyak dari ilmu kesejahteran sosial, dengan kata lain pekerjaan sosial berada dalam cakupan ilmu kesejahteraan sosial.
Ø Pengertian Ilmu Kesejahteraan Sosial
Jika kita berbicara mengenai ilmu kesejahteraan sosial maka awalnya kita harus berbicara mengenai kesejahteraan sosial itu sendiri. Di bawah ini ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut beberapa ahli.
- Gertrude Wilson:
“Kesejahteraan sosial merupakan perhatian yang terorganisir dari semua orang untuk semua orang”.
- Walter Friedlander
“Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial yang dirancang untuk membantu individu atau kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih baik”.
- Elizabeth Wickenden
“kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat”.
- Pre-conference working committee for the XVth International Conference of Social Welfare
“Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup mayarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup kebijakan dan pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat seperti pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan pendidikan, rekreasi, tradisi budaya, dan lain sebagainya”.
Definisi-definisi di atas mengandung pengertian bahwa kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi dan spiritual. Selain itu kesejahteran sosial dianalogikan sebagai kesehatan jiwa yang dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu sebagai keadaan, ilmu , kegiatan, dan gerakan.
Dalam kaitannya kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu, ilmu kesejahteraan sosial diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha mengembangkan metodologi (termasuk aspek strategi dan teknik) untuk menangani berbagai macam masalah sosial, baik di tingkat individu, kelompok, keluarga, maupun masyarakat (baik lokal, regional maupun internasional).
Munculnya ilmu kesejahteraan sosial tidak bisa dilepaskan dari kajian sejarah pekerjaan sosial sebagai cikal bakal adanya ilmu kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial yang berawal dari praktik-praktik para relawan mempunyai sekolah khusus untuk pertama kalinya yang diprakarsai oleh Marry Richmond. Selanjutnya dengan meluasnya masalah-masalah sosial yang timbul maka perlu adanya kajian yang lebih luas dibandingkan kajian dalam pekerjaan sosial sehingga muncullah ilmu kesejahteraan sosial yang menggabungkan berbagai ilmu yang lebih banyak daripada pekerjaan sosial. Seperti sudah dikatakan di atas bahwa ilmu kesejahteraan sosial juga mencakup penyelesaian masalah internasional yang berupa kebijakan dan peraturan perundangan.
B. Hubungan Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang berusaha untuk menyatukan berbagai bidang ilmu ataupun spesialisasi dari berbagai lapangan praktek. Masalah-masalah yang dihadapi pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranan berdasarkan status yang ia miliki sesuai dengan harapan masyarakat atau lingkungannya. Pada intinya, pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang secara langsung atau tidak langsung membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam memberfungsikan kembali peranan yang ia atau mereka miliki.
Sebagai sebuah ilmu yang memiliki tujuan utama menciptakan masyarakat yang sejahtera, diperlukan adanya suatu usaha kesejahteraan sosial untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Arthur Dunham , untuk mencapai peningkatan kualitas hidup melalui usaha kesejahteraan sosial, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas hidup di bidang kehidupan anak dan keluarga, bidang kesehatan, kemampuan adaptasi dengan lingkungan sosial, pemanfaatan waktu luang, dll.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa usaha kesejahteraan sosial harus memperhatikan berbagai unsusr dari kehidupan sosial manusia, yaitu individu, kelompok, komunitas, ataupun unit sosial yang lebih luas.
Ilmu pekerjaan sosial sendiri pada intinya merupakan himpunan bagian dari ilmu kesejahteraan sosial, atau dapat pula dikatakan bahwa ilmu kesejahteraan sosial adalah perluasan dari ilmu pekerjaan sosial.
Ilmu pekerjaan sosial lebih memusatkan pada tiga metode pekerjaan sosial yang konvensional, yaitu bimbingan sosial perseorangan, bimbingan sosial kelompok, serta pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Sedangkan ilmu kesejahteraan sosial, selain menggunakan ketiga metode tersebut juga telah memperluas bidang kajiannya dengan bidang yang lebih makro seperti perencanaan kesejahteraan sosial baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional; dan penelitian kesejahteraan sosial.
Dalam hal keterkaitan dengan bidang studi psikologi, pembahasan mengenai keterkaitan pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial akan lebih dekat bila dilihat pada tingkat mikro. Keterkaitannya lebih banyak terlihat dalam hubungan dengan ketiga metode pekerjaan sosial yang konvensional diatas.
Buku Applied Psychology For Social Workers yang dikarang Paula Nicolson dan Rowan Bayne (Isbandi R. Adi, 1994) mencoba menggambarkan mengapa psikologi diajarkan pada para mahasiswa pekerjaan sosial, dan menyimpulkan area-area utama psikologi diterapkan pada bidang praktek kesejahteraan sosial. Pada awal perkembangannya, pekerjaan sosial butuh untuk menguatkan kerangka teoritis dan kebutuhan untuk mendefinisikan batasan serta cakupan praktek pekerjaan sosial telah menjadi sumber perdebatan utama. Hal ini terlihat pada kursus Certificate of Qualification in Social Work (CQSW) yang dikembangkan untuk melatih tenaga professional yang baru dan diusulkan untuk melengkapi para mahasiswa agar dapat menangani rentangan permasalahan sosial yang mempengaruhi berbagai macam kelompok klien. Secara umum tujuan pelatihan pekerja sosial tersebut mengkonsentrasikan diri pada tiga bidang dibawah ini :
- Membuat pekerja sosial mampu memahami konteks sosial dan politik dari pekerjaannya.
- Memberikan keterampilan untuk melakukan penilaian dan keterampilan untuk melakukan terapi.
- Mempertimbangkan pengetahuan teoritis mengenai perkembangan manusia, interkasi sosial, dan luas lingkup disiplin profesionalnya sendiri serta displin professional lain.
Dalam melaksanakan pekerjaan sosial juga dibutuhkan ilmu Psikologi karena dapat memberikan sumbangan dalam mencapai pemahaman pada :
- Isu-isu praktis dan teoritis mengenai keterampilan wawancara, keterampilan melakukan penilaian, dan ketrampilan melakukan terapi.
- Perkembangan dan interkasi manusia.
- Ruang lingkup psikologi terapan yang mendukung pekerjaan soisal dan berbagai layanan kesejahteraan lainnya.
Pada tahun 1950-an terjadi perluasan dalam praktik pekerjaan sosial yang bergerak ke arah pelatihan professional pada pekerja sosial di bidang psikiatri yang merupakan kelompok paling professional dan mempunyai otonomi yang kuat diantara para pekerja sosial. Dalam sejarahnya, mereka mendapat landasan teoritis dari para ahli terapi dan pekerja sosial di Amerika yang berorientasi pada aspek psikodinamik. Mereka mengebangkan metode interfensi yang dikenal dengan nama social case work. Metode ini fleksibel dalam menempatkan kerangka pemahaman mengenai konteks sosial dan psikologi dari permasalahan klien and dapat beradaptasi dengan perubahan alur teori pekerjaan sosial karena metode ini merupakan kerangka teoritis pertama yang mnedukung berkembang pekrejaan sosial sebagai suatu profesi. Dampaknya psikologi disamakan dengan teori psikodinamik.
Dua alasan utama pendekatan ini diadaptasi oleh profesi pekerjaan sosial:
- Teori psikodinamik secara jelas mengarah pada pemahaman proses emosional dan psikologis yang terjadi pada kehidupan individu dan saat mereka berinteraksi.
- Alur psikologi secara keseluruhan tidak menunjukkan minat secara utuh dalam memberikan sumbangan terhadap pembentukan teori pekerjaan sosial atau pelatihan pekerjaan sosial
Menurut Kurt Lewin dan Sigmund Freud pandangan dasar dari teori psikodinamika umumnya menggambarkan adanya kekuatan yang mempengaruhi dinamika perilaku seseorang. Perbedaan yang mendasar dari pandangan Lewin dan Freud terlihat dari kekuatan yang mendorong perilaku seseorang. Freud lebih memfokuskan pada aspek dalam diri seseorang sedangkan lewin lebih menekankan kekuatan dari luar diri seseorang yang mempunyai nilai positif dan negative terhadap individu walaupun lewin mengakui adanya dinamika dalam diri individu akibat kekuatan dari unsur yang dalam diri individu.
Walaupun pada awalnya bidang pekerjaan sosial (terutama intervensi mikro) lebih terfokus pada pandangan psikodinamika, dalam pertimbangannya pendekatan psikologi yang lain mulai mendapat perhatian dari bidang pekerjaan sosial maupun ilmu kesejahteraan sosial dalam upaya mengembangkan bidang pekerjaan sosial secara lebih utuh. Menurut Paula Nicolson dan Rowan Bayne, pendekatan psikologi yang dapat diterapkan dibidang pekerjaan sosial adalah sebagai berikut:
- Ketrampilan yang berkaitan dengan kemampuan menjalin hubungan dengan individu, kelompok, atapun individu dalam kelompok
- Pendekatan yang terkait dengan isu perkembangan, hubungan antar individu, maupun kehidupan sosial yang terkait dengan relasi antara pekerja sosial dengan klien
- Pemahaman tentang konteks dalam pekerjaan sosial di tingkat mikro maupun makro
Selain itu materi psikologi memberikan sumbangan bagi penelitian di bidang kesejahteraan sosial berupa metode kulitatif dan kuantitatif untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Hal ini berarti memberikan alternatif dan variasi tambahan dibandingkan dengan masukan dari disiplin kesehatan masyarakat, sosiologi, maupun antropologi. Psikologi juga membantu pengembangan kemampuan organisasi dan administrasi lembaga kesejahteraan sosial serta kepemimpinan dalam lembaga nirlaba.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Psikologi, pekerja sosial dan ilmu kesejahteraan sosial memiliki hubungan yang sangat erat. Hal tersebut disebabkan karena psikologi merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dipelajari oleh pekerja sosial dan ilmu kesejahteraan sosial dalam praktek menyeleseikan masalah-masalah sosial. Selain itu, dengan ilmu psikologi kita dapat lebih memahami kepribadian dan tingkah laku klien sehingga kita dapat menyeleseikan masalah tersebut dengan sudut pandang yang berbeda, yaitu kepribadian klien dan masalah yang sedang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Definisi Pekerjaan sosial, Internet: http://blogs.unpad.ac.id/teguhaditya/script.php/read/definisi-pekerjaan-sosial/, diakses pada 16 Februari 2008
Adi, Isbandi R. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial : Dasar-dasar Pemikiran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Adi, Isbandi R. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: FISIP UI Pers.
[1] Social Work Practice: Model and Methode, 1973 : 9 Itasca, Illinois: Peacock Publishers
[2] Introduction to Social Work Practice, 1975: 3
[3] A Concepts and Methods of Social Work, 1980: 4
[4] Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Service, and Current Issues. 1982: 12
Minggu, 21 Juni 2009
Carok Lagi, Tarung Membela Harga Di
Dr.A Latief Wiyata
Berita "Tujuh Tewas akibat Sengketa Tanah" (Kompas, 13/7) sungguh mengejutkan. Pembunuhan yang menewaskan banyak korban ini terjadi di Desa Bujur Tengah, Kecamatan Batu Marmar, Kabupaten Pamekasan, Madura. Selain korban tewas, juga diberitakan sembilan orang terluka.
Bagi orang Madura, peristiwa pembunuhan (massal) ini disebut carok. Memang tidak semua pembunuhan dapat disebut demikian. Carok merupakan suatu peristiwa pembunuhan antarorang lelaki (satu lawan satu, atau melibatkan banyak orang), yang bermotifkan "membela gengsi, kehormatan dan harga diri" (Wiyata: Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura, Yogyakarta: LKiS, 2001, 2006).
Peristiwa carok yang terjadi Rabu (12/7) pagi itu melibatkan Mursyidin (Kepala Desa Bujur Tengah) dan Baidowi (mantan kepala desa yang sama) beserta pendukung masing-masing. Pemicunya adalah sengketa tanah kas desa yang masih dikuasai mantan kepala desa. Berawal dari penguasaan tanah inilah pertarungan "membela harga diri" dimulai.
Jagoan
Sudah menjadi kelaziman di kawasan pedesaan Madura, kepala desa selalu dipilih dari seseorang yang sudah dikenal sebagai blater. Blater adalah jagoan desa yang secara sosial-budaya amat ditakuti (lebih tepat mengatakan demikian daripada disegani) oleh seluruh penduduk. Biasanya mereka ditakuti karena keberaniannya menghadapi tiap tantangan (termasuk melakukan carok). Begitu pun dengan figur Mursyidin dan Baidowi, mereka pasti bukan orang sembarangan.
Meski tidak diberitakan apa motif penguasaan tanah kas desa itu, namun dapat diduga penguasaan itu terkait kapasitas ke-blater-an. Artinya, bagi Baidowi, penguasaan tanah kas desa itu meski secara hukum merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan, namun secara sosial-budaya merupakan salah satu cara baginya untuk mempertegas predikatnya sebagai blater. Sebab, dengan menguasai tanah kas desa seluas lima hektar yang bernilai ekonomi tinggi, sama artinya dengan kian menaikkan status sosialnya (termasuk gengsi, kehormatan, dan harga diri).
Bagi Mursyidin, sebagai kepala desa, penguasaan tanah kas desa oleh mantan kepala desa akan dimaknai sebagai pelecehan terhadap gengsi, kehormatan, dan harga diri. Lebih-lebih ketika upaya hukum yang dilakukan ternyata kandas di tingkat banding Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
Sebaliknya, bagi Baidowi, kemenangannya di tingkat banding (dengan vonis bebas) merupakan prestasi tersendiri yang akan semakin menaikkan pamor dan status sosialnya sebagai blater. Dalam tradisi blater memenangkan perkara di pengadilan bukan hanya diartikan sebagai kemenangan terhadap lawan dalam tindakan hukum itu, tetapi lebih bermakna sebagai "kemenangan" terhadap otoritas yudisial.
Di kalangan komunitas blater sudah menjadi tradisi atau kelaziman melakukan upaya nabang di kala terjadi sengketa dan carok, yakni suatu upaya memengaruhi putusan aparat yudisial dengan cara memberi sejumlah uang sesuai kesepakatan. Besarnya jumlah uang tergantung kesepakatan apakah putusan menjadi lebih ringan daripada sanksi yang ditentukan peraturan perundang-undangan atau bahkan bisa bebas dari semua sanksi hukum. Dengan demikian, melalui upaya nabang proses hukum dapat direkayasa sesuai keinginan yang bersangkutan. Lebih daripada itu, hukum diperlakukan sebagai komoditas.
Harga diri
Dalam kasus sengketa tanah kas desa sangat mungkin terjadi upaya nabang (meski sulit menemukan bukti-bukti material) sehingga putusan banding akhirnya membebaskan Baidowi. Putusan bebas ini di satu pihak merupakan kemenangan bagi Baidowi, di pihak lain justru kian menyakitkan hati Mursyidin.
Gengsi, kehormatan, dan harga diri sebagai kepala desa telah diinjak-injak. Mudah dipahami jika carok akhirnya meledak setelah turunnya putusan banding itu. Sebagai sesama blater, Mursyidin maupun Baidowi memiliki banyak pendukung. Ketika terjadi carok, para pendukung dengan loyalitas tinggi ikut membela patronnya yang blater. Maka terjadilah carok massal yang menelan korban jiwa.
Terjadinya carok terkait banyak kondisi. Pertama, kondisi sosial-budaya yang memunculkan seseorang menjadi blater dengan status sosial pada tataran atas dalam struktur sosial. Kedua, kondisi perilaku sebagian (oknum) aparat yudisial yang tidak secara konsisten menerapkan dan memberlakukan hukum sesuai perundang-undangan sehingga tidak memuaskan rasa keadilan masyarakat lokal.
Ketiga, hingga kini kondisi sosial-budaya di Madura belum mengenal institusi yang berfungsi dan berperan sebagai pencegah atau penangkal carok. Ini berbeda dengan kondisi sosial-budaya masyarakat (Bugis) Makassar, sirri’ dapat dicegah dengan adanya otoritas pemangku adat (Marzuki, 1995).
Peran lembaga pendidikan
Di masa datang mungkin perlu dipikirkan untuk menata kembali struktur sosial masyarakat Madura dengan menyingkirkan figur blater, yang berbasis ke-jago-an di bidang kekerasan dan menempati tataran atas, diganti figur tokoh yang berlatar belakang kualitas pendidikan atau keahlian dalam struktur sosial itu.
Pihak aparat yudisial, sebagai penegak hukum, seharusnya menerapkan hukum secara konsisten agar dapat menjamin rasa aman dan memenuhi rasa keadilan masyarakat lokal. Bila demikian, upaya nabang sebagai salah satu pemicu carok tidak akan dilakukan lagi. Terakhir, penting diupayakan penyadaran bagi pelaku carok agar lebih mengutamakan budi bahasa daripada tindak kekerasan saat terjadi perselisihan. Upaya ini bisa melalui institusi pendidikan formal maupun informal.
Dalam konteks institusi sosial budaya, amat mendesak mengefektifkan dan mengoptimalkan peran dan fungi institusi ke-kiai-an. Sebab, figur kiai atau ulama dalam pandangan masyarakat Madura sebagai center of solidarity dan sumber panutan hampir segala aspek kehidupan.
Bila demikian, ke depan carok dapat dicegah sedini mungkin. Membela gengsi, kehormatan, dan harga diri dengan kekerasan (carok) amat fatal akibatnya baik bagi diri sendiri, keluarga, dan semua orang yang terlibat. Melakukan carok pada dasarnya merampas hak hidup seseorang yang merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
A Latief Wiyata Antropolog Budaya Madura Universitas Jember
MOTIPASI DIRI KU
1. Aku dilahirkan untuk menjadi PEMENANG.
Keyakinan pertama yang harus aku miliki sebagai anak manusia adalah keyakinan bahwa aku dilahirkan untuk menjadi Pemenang. Aku percaya bahwa tidak mungkin Allah menciptakan aku ke dunia ini, tanpa alasan apapun. Tidak mungkin! Pasti ada alasannya, bukan? (tarik nafas perlahan sebentar)
Nah, jika aku berani lahir, maka aku juga haruslah berani mati (karena aku pasti mati, bukan? He..he..) Lalu, sekarang mati seperti apa yang aku inginkan? (tarik dan tahan nafas yang lama…) Duh, sereeem banget sih pertanyaannya. Iya dong, sekali-sekali serius ah! Baiklah, sekarang pilihan aku sebagai manusia yang hidup, yang masih bernafas, yang masih beredetak jantungnya, hanya tersisa satu pilihan saja, bukan? Yakni aku ingin mati sebagai apa? Ingin dikenang sebagai siapa?
Karena aku yakin bahwa aku dilahirkan untuk menjadi Pemenang, sudah sebaiknya pula aku memilih mati minimal sebagai pemenang. Pemenang seperti apa, itu persoalan lain. Yang penting pilihannya adalah kembali ke Sang Khalik sebagai seorang pemenang. Gak malu-maluin yang “nyiptain”, gitu lho! Orang Sunda bilang: “Tong Ngerakeun”.
Lalu, setelah sadar bahwa aku dilahirkan untuk menjadi Pemenang, berarti aku sekarang harus bangun dari biusnya si tidur. Oke, setelah bangun bukankah diperlukan kekuatan, diperlukan keberanian, diperlukan…? Ya,…
2. Memang diperlukan keberanian untuk melangkah maju ke depan. Namun, bagaimana berani (tahan nafas sebentar) kalau aku tetap diam di tempat?
Betul juga ya. Baiklah aku segera berdiri dan mulai melangkah. Langkah pertama, langkah kedua dan langkah ketiga, tapi oh..oh.. lihat apa yang ada di
depan jalan. Ah, kayaknya agak mendung, agak redup, agak berkelok, agak licin. Ehm, bisa-bisa terpeleset, tergelincir, bahkan terpental saat di
perjalanan? Ya, bisa saja. Namun, aku yakin akan pesan nenekku…
3. Daripada hanya berdiam diri… Melangkah dan mungkin tergelincir (tahan nafas sebentar) adalah pilihan yang jauh lebih baik! (tahan nafas sebentar) Ada banyak pelajaran di sana…
Masak sih? Apakah benar dengan tergelincir aku malahan belajar? Betul, bila aku bisa merasakan sakitnya tergelincir, maka pasti aku akan menghindari
berbuat kesalahan yang sama. Akupun akan mencari ide-ide lain yang lebih baik, lebih tepat guna, lebih kreatif, lebih produktif dan sebagainya.
Kesalahan yang terbesar adalah aku tidak pernah melakukan sesuatu, bahkan mencobanyapun “gak” pernah, malah pikiran aku sering “merancang” imajinasi rasa sakit yang belum tentu terjadi dari sebuah kesalahan atau kekeliruan di masa mendatang. Astaga, ngeri sekali bukan? Karena aku merancang ketakutan, maka seringkali aku hanya berdiam diri. Namun aku sebenarnya percaya bahwa… (baca kalimat berikut ini dengan sangat keras!!!)
4. Orang yang berani bangkit dan belajar dari kegagalan adalah PEMENANG SEJATI!
Huh, lumayan kalimat motivasi ini ya. Cukup kuat dampaknya untuk membangkitkan semangat paling dalam dari diriku. Di dunia ini banyak sekali cerita orang yang pernah mengalami kegagalan dan setelah itu tidak ada lagi ceritanya. Apakah aku mau seperti mereka? Habis terbit, kena awan gelap dan menghilang tanpa bekas? Gone with the wind…
Ah, aku kan bisa punya pilihan lain. Aku ingin jadi pemenang atas diriku sendiri. Cerita kehidupan yang hanya bisa dibagikan adalah cerita
kebangkitan, bukan cerita kegagalan. Wah, jika aku tidak pernah bangkit, maka habislah pula cerita hidupku. Percuma dong aku dilahirkan. Baik,
baiklah dan baiklah! (silahkan teriak dalam hati he..he..) Sekarang aku tanamkan dalam benak aku bahwa aku HARUS bangkit, kapanpun saat aku mengalami apa yang disebut orang lain adalah kegagalan. Karena aku yakin dan percaya bahwa…
5. Apa pun SAYA BISA jika saya mau!
Kuncinya adalah kemauan, bukan kemampuan. Orang yang memiliki kemampuan, jika tidak ada kemauan, bagaikan mayat hidup yang tidak tahu mau kemana. Gak bedanya dengan hidup luntang lantung, gak ada tenaga, gak ada semangat, gak ada spirit, gak nafsu deh hidup kayak gitu. Hidup ini adalah pilihan, kok. Aku bisa memilih sedih (hening 3 detik) , aku bisa memilih senang (hening 2 detik). Aku bisa memilih marah (hening 1 detik) dan aku bisa memilih tenaaang. Nah, jika…
6. Hidup ini adalah pilihan. Aku memilih menjadi orang yang bahagia ….
Aku tahu memang sebuah pilihan yang tidaklah mudah, namun aku harus mulai belajar berani memilih dan memutuskan kemana arah hidupku. Apa pilihan
hidupku? Akulah yang harus menentukan arah jalan hidupku. Akulah yang menentukan titiknya… Besar titiknya… Warna titiknya… Bunyi titiknya… Rasa titiknya… Sinar titiknya… Sinar biasa atau sinar sebuah BERLIAN? Kecil bentuknya (tahan nafas sebentar, lalu katakan dengan keyakinan kuat), namun silau sinarnya. Kekuatan silau sinar berlianlah yang membuat aku tidak mungkin kehilangan arah. Walau disekitarku kadang mendung, kadang redup, kadang gelap. Karena…
7. Semakin aku fokus pada impianku. Semakin cepat aku mencapai impianku.
Fokus menghasilkan energi yang besar, bahkan semakin lama semakin dahsyat. Fokus membuatku bersemangat, berenergi, berkeringat, tetap panas karena membantu aku untuk selalu bergerak. Bergerak melangkah, bergerak lari, bergerak ke arah silau sinar berlian yang memimpinku. Karena fokus, maka apapun situasi disekitarku, tidak akan membuatku terganggu. Jalan yang berkelokpun, kujalani…. Jalan macetpun, kunikmati… Jalan berbatupun, kelewati… Jalan terhalangpun, kulampaui… Karena arah fokusku jelas, arah menuju sinar berlian, sinar tujuan hidupku… Silau namun indah. Maka, aku tidak akan pernah menunggu situasi. Dan sebaiknya…
8. Berhentilah menunggu kondisi membaik. LAKUKAN SESUATU agar kondisi membaik.
Itulah motto hidupku. Banyak hal diluar jangkauan kemampuanku, keadaan alam semesta, keadaan negara, keadaan masyarakat dimana aku berada. Buat apa aku fokus pada sesuatu diluar kendaliku. Lebih baik aku fokus pada sesuatu yang bisa aku kendalikan, bukan? Sesuatu yang bisa aku jangkau, sesuatu yang bisa aku buat lebih baik. Jadi aku pikir, sebaiknya aku fokus saja pada karya. Ya, berkarya, berkarya dan berkarya…
Sekarang setelah aku sadar, aku bangun, aku bangkit dan aku berkarya, aku fokus pada karyaku, maka selanjutnya…
9. Aku bekerja dengan sungguh-sungguh. Aku berdoa dengan sungguh-sungguh.
Selanjutnya, biarlah Tuhan yang menentukan. (Florence Griffit Joyner)
(Sekarang katakan dalam hati dengan rasa keyakinan yang kuat) BENDERA SUDAH DIKIBARKAN.
(lebih perkuat lagi rasa keyakinan Anda) MAKA KIBARKANLAH SETINGGI MUNGKIN.
(tingkatkan rasa keyakinan Anda sekuat-kuatnya) KIBARKANLAH BENDERA KEMENANGAN KEPADA KEHIDUPAN.
KEHIDUPAN YANG BERHIKMAH.