SELAMAT DATANG DI BLOG RUSDI.TB SH,S.Sos MOGA ADA MANPAATNYA
SELAMAT DATANG DI BLOG RUSDI.TB SH,S.Sos MOGA ADA MANPAATNYA

Jumat, 09 Maret 2012

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MEMBACA POLA DAN KONSEP KEMISKINAN DI INDONESIA
SUATU ANALISA MENUJU PEMBERDAYAAN
Oleh : RUSDI
Pendahuluan
Kemiskinan di Indonesia merupakan fenomena tersendiri bagi kehidupan rakyat Indonesia sehari-hari. Diantara himpitan kesulitan kehidupan yang lain, kemiskinan merupakan problema utama yang harus dan setidaknya segera menjadi agenda utama yang menjadi skala prioritas bagi pemerintah Indonesia. Tak dipungkiri bahwa sinergi diantara kedua pihak antara rakyat dan pemerintah harus berjalan dengan harmonis dan feed back (timbalebalik),yang sempurna juga dalam proses pengentasan permasalahannya.
Potret Buram Kemiskinan Indonesia
Membicarakan profil masyarakat Indonesia pastilah tidak terlepas dari menyoroti masalah kemiskinan yang telah menjadikannya sebagai aspek paling dominant masyarakat di Indonesia,pusat.Badan pusat statistik(BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di indonesiamencapai 13,5%(sekitar 31,2 juta)dari jumlah penduduk, berdasarka data bapenas kemiskinan di Indonesia cukup besar dan tadak merata.di antar 31,02 juta di mana pulou jawa(55,83%) menempati peringkat pertama di susul oleh Sumatra(21,44%), Sulawesi(7,6%), Bali,NTT(7,1 %) berada di tingkat ke empat dan di ikuti oleh Kalimantan,dan propinsi lainya dan dimana ada propinsi memiliki dua kali lipat tangkat kemiskinannya dari rata-rata nasional (13,33) yaitu Papua barat dan Maluku (36,80 %),( Sumber Jawa Pos 2010/12/13)
Mengurai benang penyebab kemiskinan
Secara garis besar terdapat pembagian mengenai masalah kemiskinan ini sendiri, setidaknya terdapat dua factor pembeda yang menyebabkan timbulnya kemiskinan dan membagi jenis kemiskinan itu sendiri. Diantaranya adalah :
1. kemiskinan kebudayaan. hal ini biasanya terjadi disebabkan karena adanya kesalahan pada subjeknya, misalnya : malas, apatis, tidak percaya diri, gengsi, tak memiliki jiwa wira usaha yang kompatibel, tidak punya kemampuan dan keahlian.
2. kemiskinan structural. Hal ini biasanya terjadi karena disebabkan oleh factor eksternal yang secara tidak langsung menyebabkan seseorang menjadi miskin, misalnya : pemerintah yang tidak adil, korup, paternalistik sebagai penyebab kemiskinan, dll.
Terhadap hal ini pula, Isbandi Rukminto Adi. Phd, menegaskan pula tentang akar kemiskinan berdasarkan level permasalahan dan membaginya mejadi beberapa dimensi diantaranya :
1. Dimensi Mikro : ingin serba cepat (instant)
2. Dimensi Mezzo : melemahnya kepercayaan social (social trust) dalam komunitas dan organisasi dan hal ini sangat berpengaruh terhadap si subjek itu sendiri.
3. Dimensi Makro : Kesenjangan (ketidakadilan) pembangunan daerah yang minus (‘desa’) dengan daerah yang surplus (‘kota’). Strategi pembangunan yang kurang tepat (tidak sesuai dengan kondisi sosio demografis) masyarakat Indonesia.
4. Dimensi Global : adanya ketidakseimbangan relasi antara Negara yang sudah berkembang dengan Negara yang sedang berkembang.
Fenomena kemiskinan di Indonesia
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 21 juta orang. PMKS meliputi gelandangan, pengemis, anak jalanan, yatim piatu, jompo terlantar, dan penyandang cacat yang tidak memiliki pekerjaan atau memiliki pekerjaan namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara umum kondisi PMKS lebih memprihatinkan ketimbang orang miskin. Selain memiliki kekurangan pangan, sandang dan papan, kelompok rentan (vulnerable group) ini mengalami pula ketelantaran psikologis, sosial dan politik.
Departemen Sosial tidak pernah absen dalam mengkaji masalah kemiskinan ini, termasuk melaksanakan program-program kesejahteraan sosial – yang dikenal PROKESOS – yang dilaksanakan baik secara intra-departemen maupun antar-departemen bekerjasama dengan departemen-departemen lain secara lintas sektoral. Dalam garis besar, pendekatan Depsos dalam menelaah dan menangani kemiskinan sangat dipengaruhi oleh perspektif pekerjaan sosial (social work). Pekerjaan sosial dimaksud, bukanlah kegiatan-kegiatan sukarela atau pekerjaan-pekerjaan amal begitu saja, melainkan merupakan profesi pertolongan kemanusiaan yang memiliki dasar-dasar keilmuan (body of knowledge), nilai-nilai (body of value) dan keterampilan (body of skils) profesional yang umumnya diperoleh melalui pendidikan tinggi pekerjaan sosial (S1, S2 dan S3)

Indikator Masukan Dan Keluaran
Kemiskinan memiliki dimensi yang luas. Konsep kemiskinan memiliki arti, tergantung dari perspektif yang digunakan: apakah bermatra sosio-kultural, ekonomi, psikologi, atau politik. Seringkali kemiskinan diartikan dengan merujuk pada faktor-faktor yang menyebabkannya. Misalnya, pada konsep mengenai kemiskinan kebudayaan dan kemiskinan struktural. Yang pertama melihat budaya kemiskinan seperti malas, apatis, kurang berjiwa wiraswasta sebagai penyebab seseorang miskin. Yang kedua menilai bahwa struktur sosial yang tidak adil, korup, paternalistik sebagai penyebab kemiskinan. Sejalan dengan pendekatan ini, operasionalisasi kemiskinan biasanya dirumuskan berdasarkan indikator-indikator masukan (input indicators).
Pendekatan lainnya, melihat kemiskinan dari indikator keluaran (output indicators). Di sini, kemiskinan dilihat dari gejala atau hasil (outcome) yang ditimbulkannya. Seseorang dikatakan miskin, misalnya, kalau memiliki pendapatan rendah, rumah tidak layak huni, atau buta hurup.
Pendekatan ini menghasilkan dua cara dalam mengukur kemiskinan. Cara pertama adalah dengan menyusun indikator tunggal, seperti pendapatan atau pengeluaran yang kemudian dibakukan menjadi “garis kemiskinan” (poverty line). Garis kemiskinan yang sering dijadikan rujukan internasional antara lain sebesar $1 atau $2 AS per hari per kapita. Bank Dunia adalah badan internasional yang seringkali menggunakan cara ini. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) biasanya mengeluarkan garis kemiskinan yang disesuaikan dengan wilayah pedesaan dan perkotaan serta kabupaten/kota di Indonesia. Saat ini, garis kemiskinan yang bisa dipakai secara luas adalah Rp.100.000 per kapita per bulan, tanpa memperhatikan perbedaan wilayah.

Cara kedua adalah dengan menyusun indikator komposit. Selain pendapatan atau pengeluaran, indikator komposit biasanya terdiri dari angka melek hurup, angka harapan hidup, atau akses kepada air bersih. Badan dunia yang menggunakan cara kedua adalah UNDP (United Nations Development Programme). Produk UNDP yang dikenal luas untuk mengukur kemajuan dan kemiskinan adalah HDI(Human Development Index) dan HPI (Human Poverty Index).
Dengan demikian, kalau cara pertama mengukur kemiskinan hanya dari aspek ekonomi, cara kedua melibatkan aspek pendidikan dan kesehatan. Meskipun kedua cara memiliki keunggulan dan kelemahan, cara kedua dapat dipandang sebagai pendekatan yang lebih baik, karena dapat menggambarkan kemiskinan lebih tepat dan akurat (lihat Suharto, 2003).

.
Kemiskinan, Solusi, dan Harapan

Kemiskinan di Indonesia telah sampai pada puncaknya ketika terlihat kinerja pemerintah terkesan lamban dalam menangani permasalahan tersebut dan menyikapi. Selain PR rutin tiap pergantian system pemerintahan. Kemiskinan juga terkadang seringkali di jadikan ajang manipulasi ataupun di politisasi oleh sebagian golongan masyarakat tertentu.
Sikap politisasi tersebut seringkali terekspos oleh media yang merupakan barang lama bagi masyarakat yang mengerti propaganda tersebut. Seringkali kemiskinan dijadikan ajang show of force segelintir tokoh ataupun masyarakat. Dengan maksud tertentu dan menjadikan diri sebagai oposisi di barisan sakit hati..
mengatasi kemiskinan. Sisi lain yang dapat digunakan oleh pemerintah dan lembaga yang berkaitan ialah dengan menggunakan kebijakan social agar dapat memacu laju pertumbuhan kesejahteraan rakyat miskin, diantara kebijakan tersebut adalah :
1. mereka (pemerintah) membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh : pemerintah mungkin dapat saja mencoba untuk memperbaiki kondisi sosial penduduknya dengan memperkenalkan bentuk program kebijakan yang baru.
2. pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial dengan melihatnya dari sisi ekonomi, lingkungan, atau kebijakan lainnya, walaupun begitu mereka memiliki perhatian terhadap suatu kondisi sosial. Contoh : kebijakan sosial dengan menambah hubungan relasi perdagangan atau mengundang investor dari Negara lain lalu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dengan melihat tumbuh suburnya jumlah investor perdagangan, dan lain-lain.
3. kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu kebijakan terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya justru mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek yang lain.
Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi penanganan kemiskinan pekerjaan social terfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Karena tugas-tugas kehidupan dan status merupakan konsepsi yang dinamis dan multi-wajah, maka intervensi pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang dihadapinya. Prinsip in dikenal dengan pendekatan “person in environment dan person in situation”.
menurut Edi Suharto, Phd adalah strategi pendekatan pertama yaitu pekerja sosial melihat penyebab kemiskinan dan sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan dimana si miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer group), maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan yang bersifat kelembagaan (institutional) biasanya didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa bentuk PROKESOS yang telah dan sedang dikembangkan oleh Depsos dapat disederhanakan menjadi :
1. pemberian pelayanan dan rehabilitasi social yang diselenggarakan oleh panti-panti sosial
2. program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial
3. bekerjasama dengan instansi lain dalam melakukan swadaya dan pemberdayaan usaha miro, dan pendistribusian bantuan kemanusiaan, dan lain-lain
Pendekatan kedua, yang melihat si miskin dalam konteks situasinya, strategi pekerjaan sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-determinism yang melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan unik. Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan dengan kejadian-kejadian dan/atau masalah-masalah yang dihadapinya. PROKESOS penanganan kemiskinan dapat dikategorikan ke dalam beberapa strategi, diantaranya :
1. Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi korban bencana alam.
2. Strategi kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan stimulant untuk usaha-usaha ekonomis produktif.
3. Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga muda mandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.
4. Strategi “penanganan bagian yang hilang”. Strategi yang oleh Caroline Moser disebut sebagai “the missing piece strategy” ini meliputi program-program yang dianggap dapat memutuskan rantai kemiskinan melalui penanganan salah satu aspek kunci kemiskinan yang kalau “disentuh” akan membawa dampak pada aspek-aspek lainnya. Misalnya, pemberian kredit, program KUBE (kelompok usaha bersama).

IKAN DAN KAIL

Penanggulangan kemiskinan dapat diibaratkan dengan analogi ikan dan kail. Sering dikatakan bahwa memberi ikan kepada si miskin tidak dapat menyelesaikan masalah. Si miskin akan menjadi tergantung. Kemudian, banyak orang percaya memberi kail akan lebih baik. Si miskin akan lebih mandiri. Benarkah?
Analogi ini perlu diperluas. Memberi kail saja ternyata tidak cukup. Meskipun orang punya kail, kalau ia tidak memiliki cara mengail ikan tentunya tidak akan memperoleh ikan. Pemberian keterampilan (capacity building) kemudian menjadi kata kunci dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Setelah orang punya kail dan memiliki keterampilan mengkail, tidak dengan serta merta ia dapat mengumpulkan ikan, jikalau lautan, sungai dan kolam dikuasai kelompok “elit”. Karenanya, penanganan kemiskinan memerlukan pendekatan makro kelembagaan. Perumusan kebijakan sosial adalah salah satu piranti penciptaan keadilan yang sangat penting dalam mengatasi kemiskinan.

Penutup
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang tidak mudah diatasi. Namun, dengan pendekatan yang tepat, kemiskinan akan lebih mudah didekati. Penanggulangan kemiskinan memerlukan pemahaman mengenai dimensi dan pengukuran kemiskinan yang operasional. Setelah kemiskinan dapat dipotret secara akurat, strategi anti kemiskinan dapat dikembangkan. Strategi tersebut sebaiknya menyentuh pendekatan langsung dan tidak langsung, mikro dan makro, yang dilakukan secara simultan dan berkelanjutan. Komite Penanggulangan Kemiskinan bisa memulai agendanya dari pendekatan seperti ini.

Referensi Bacaan

Buku
 Adi,Isbandi Rukminto.2008. Intervensi komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai upaya Pemberdayaan masyarakat.Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
 Suharto,Edi.,Ph.D.2010, Analisis Kebijakan Publik(panduan praktis mengkaji masalah dan kebijkan sosial).Bandung: CV. Alfabeta
Majalah

 Jawa Pos, 13 Desember 2010
Web

 www.pojok diskusi.co,id/kemiskinan dan solusing/13/03/2011/ 12:39 WIB
 . http://www.policy.hu/suharto/makIndo27.html/13/03/2011/ 12:45 WIB
 www.adjhee.blogs.friendster.com ./ 13/03/2011/ 12:57 WIB