SELAMAT DATANG DI BLOG RUSDI.TB SH,S.Sos MOGA ADA MANPAATNYA
SELAMAT DATANG DI BLOG RUSDI.TB SH,S.Sos MOGA ADA MANPAATNYA

Selasa, 08 Maret 2011

Pemsos

PEMBANGUNAN SOSIAL DALAM KONTEKS SEJARAH
Oleh : Drs. Purwowibowo, M.Si

BAB I PENDAHULUAN
Meskipun di dalam bab sebelumnya telah diupayakan definisi pembangunan sosial, namun konsep pembangunan sosial masih didefinisikan dengan banyak aspek. Salah satu definisi yang berbeda dikemukakan di dalam bagian akhir bab sebelumnya. Lebih baik menggunakan definisi pembangunan sosial sebagaimana yang ada di dalam bab ini, yang sangat berguna untuk menelusuri sejarah perkembangan pembangunan sosial. Sebagaimana ditunjukan di dalam bab ini, pembangunan sosial telah dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat yang berbeda, dan dipengaruhi oleh berbagai pemikiran dan juga peristiwa. Untuk mengetahui bagaimana masyarakat, pemikirannya, peristiwa yang mempengaruhi perkembangan pembangunan sosial, akan dibahas lebih mendalam mengenai pelbagai pembangunan sosial dalam berbagai aspek.
Di dalam bagian ini dimulai dengan menguji mengenai peranan pemikiran tentang perubahan masyarakat dan intervensi sosial dalam kerangka pembangunan sosial. Di sini dibahas tentang sumbangan pemikiran mereka dan mereka yakin bahwa suatu idea dapat secara langsung mempengaruhi perubahan sosial. Langkah ini muncul karena pada dasarnya bahwa kesejahteraan suatu negara dan perencanaan pembangunan di negara industri maju dipengaruhi oleh pemikiran mengenai pembangunan sosial yang akan dibahas berikut ini. Dalam bab ini akan ditelusuri mengenai perkembangan pembangunan sosial sebagai pendekatan praktis untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Di sini dijelaskan tentang peranan administrator kolonial yang mereka merupakan orang pertama di dalam menerapkan konsep kesejahteraan sosial setelah berlangsungnya perang dunia kedua. Konsep kesejahteraan sosial yang demikian disampaikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kemudian dilaksanakan di berbagai tempat kolonialisasi berada. Selanjutnya digunakan sebagai suatu rujukan bagi pekerja sosial di Amerika, dan pekerja sosial lainnya di seluruh dunia. Dalam bab ini mencatat bahwa di tahun 1980-an ada pengaruh negatif terhadap konsep pembangunan sosial. Meskipun adanya hak asasi radikal, namun kelompok-kelompok politik mampu melaksanakan pembangunan sosial secara efektif dan menyebarkannya merupakan indikasi bahwa pembangunan sosial mulai dapat diterima sebagai suatu pendekatan yang baik terhadap upaya memperkuat kesejahteraan sosial.
Sebagaimana akan nampak di sini, bahwa pemikiran dan peristiwa dapat mempengaruhi perkembangan saat ini mengenai pendekatan pembangunan sosial. Pemikiran tentang asal usul perubahan sosial dan darimana perubahan sosial dimulai merupakan pemikiran utama pembangunan sosial saat ini. Serupa dengan itu, pembangunan sosial juga dipengaruhi oleh perluasan pelayanan sosial pemerintah dan peniruan perencanaan ekonomi selama abad ke 20. meskipun pengaruh pemikiran dan peristiwa tidak secara eksplisit terlihat, keduanya memainkan peranan kritis di dalam membentuk pendekatan pembangunan sosial yang muncul pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an.
BAB II TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN INTERVENSI
Sebagaimana telah disampaikan di dalam bagian akhir dalam bab sebelumnya, pembangunan sosial meliputi suatu proses perubahan yang berupaya untuk mendorong secara perlahan-lahan tindakan manusia. Jadi pembangunan sosial tidak hanya merupakan proses alamiah, spontan, tetapi memerlukan intervensi terorganisir. Pemikiran mengenai suatu perubahan dan intervensi merupakan kunci utama dalam pembangunan sosial dan keduanya sangat mempengaruhi perkembangan teoritis pembangunan sosial saat ini. Sehingga memahami ciri-ciri pokok dari pembangunan sosial harus dan membutuhkan juga mempelajari teori perubahan sosial dan kerangka konsep intervensi sosial.
Menelusuri perubahan sosial dapat dimulai dari sejarah masa lampau. Ahli sejarah sosial Rollin Chambliss (1954) telah menunjukan bahwa para filosof Yunani telah menulis secara lengkap mengenai perubahan sosial yang sebelumnya merupakan pemikiran tentang perubahan sosial telah muncul di dalam dongeng, legenda, dan agama di jaman Yunani kuno. Sebagai contoh, pengembangan keyakinan Cina kuno juga dirancang dengan menggunakan perubahan sosial. Di dalam kebudayaan Cina, perubahan dianggap sebagai suatu proses yang tidak pernah berahkir. Orang-orang Cina kuno yakin bahwa masyarakat pertama kali berkembang, menjadi lebih terorganisir dan makmur-sejahtera, kemudian mengalami kemunduran serta tidak terorganisir dan akhirnya hancur (runtuh). Akhirnya, perputaran dimulai dari titik nol lagi, dan masyarakat sekali lagi mengalami perkembangan menuju keteraturan dan makmur kembali. Di masa Cina kuno ada juga suatu keyakinan bahwa di atas langit dapat mempengaruhi proses perubahan sosial di bumi. Demikian di dalam kebudayaan India kuno telah ada kepercayaan sebagaimana di masyarakat Cina kuno, bahwa perubahan sosial akan terus berputar naik dan turun, hanya saja di masyarakat India, perubahan sosial dimulai dari jaman emas yang mana masyarakat terus mengalami kemunduran sampai proses yang tidak akan pernah berakhir pula.
Ide mengenai kemunduran masyarakat yang dimulai dari jaman emas juga muncul di masyarakat lain seperti di agama Judaisme, Kristen, Islam yang kesemuanya menceritakan mengenai Adam dan Hawa, yang merupakan nenek moyang manusia, keduanya hidup di dalam surga yang akhirnya diturunkan ke dunia. Kehidupan dunia merupakan hasil pengusiran dari surga dan kemudian mengalami kemunduran dan kelaparan, hanya bisa dikurangi ketika kedatangan Imam Mahdi untuk menyelamatkan kembali umat manusia. Berbagai agama itu yakin bahwa Tuhan merupakan penggerak utama perubahan dan perubahan itu mengikuti rencana yang dirancang oleh Tuhan dalam kehidupan dunia ini.
Pernyataan mengenai pemikiran di masa kuno tersebut menunjukan bahwa adanya berbagai perbedaan keyakinan mengenai jalan dan penyebab terjadinya perubahan sosial. Walaupun demikian, pemikiran kuno tersebut telah diyakini dan diterima sampai abad lalu yang perubahan sosial itu merupakan proses yang terus menerus dengan menghasilkan berbagai perkembangan di masyarakat. Serupa dengan jaman kuno itu yang melihat perubahan sosial itu dimulai dari jaman emas dan kemudian mengalami kemunduran, masyarakat di banyak bagian dunia sekarang ini yakin bahwa kondisi sosial masyarakat semakin memburuk. Di antara mereka yakin bahwa kondisi yang memburuk itu merupakan hasil kemunduran atau konsep yang pesimistik tentang perubahan ketika mereka yakin bahwa kondisi dapat membaik kembali jika kita berpikiran maju dan optimis. Selain demikian, ada dua hal konsep penting, yakni penjelasan mengenai pandangan perubahan sosial merupakan proses yang terus menerus yang terdiri dari proses kemajuan dan kemunduran. Sebagaimana diuraikan di atas, pemikiran modern mengenai pembangunan sosial sangat dipengaruhi oleh pemikiran perubahan sosial itu sebagai suatu proses yang menuju kemajuan.
Untuk melengkapi pemikiran selanjutnya mengenai perubahan sosial sebaiknya dikombinasikan antar berbagai pendekatan. Mungkin dapat dijadikan contoh di sini mengenai Teori Perkembangan, teori ini mengkombinasikan teori perputaran, yang mengatakan bahwa perubahan dipandang sebagai proses maju yang ditandai dengan terus berputarnya perubahan daripada perubahan yang linear. Teori perkembangan dapat dibagi menjadi dua hal yakni perubahan sosial dipandang sebagai proses linear menuju ke suatu kemajuan mantap dan perubahan sosial sebagai suatu proses yang telah melampaui tahapan tertentu secara jelas. Selain itu, banyak ahli sejarah memandang bahwa perubhan itu sebagai proses berjalan di tempat, yang tidak pernah terjadi perubahan apa-apa. H. W. Arndt (1978) mengatakan bahwa konsep statis itu sesungguhnya dipengaruhi oleh pemikiran sosial di Eropa Timur dan mendapatkan tantangan selama abad pertengahan sampai jaman kebangkitan. Jaman kebangkitan di Eropa dimulai pada abad ke-19 yang para filsof memuji nilai-nilai baru, yang kemudian masyarakat modern muncul untuk menggantikan sistem feodal lama. Para penulis di jaman kebangkitan menghargai ide modernisasi yang dicirikan dengan adanya individualisasi, rasionalisasi, dan kemajuan. Tema-tema demikian menjadi bahasan teori perubahan sosial yang muncul saat itu. Robert Nisbet (1980) mengatakan bahwa pada waktu itu ide mengenai kemajuan sangat terkenal tidak hanya di dalam pemikiran sosial tetapi juga di kalangan ekonom dan bidang-bidang lainnya. Sebagai contoh, Adam Smith, sebagai bapak ekonomi modern, dia menulis bahwa kemajuan masyarakat dipengaruhi oleh perubahan sosial akan membawa dampak positif yakni menguntungkan semua anggota masyarakat. Di sini lain, dia menjelaskan bahwa keadaan yang tidak mengalami perubahan adalah tumpul dan penurunan adalah gila atau menyedihkan.
Ada banyak penjelasan berbeda mengenai penyebab perubahan sosial. Sebagaimana telah dijelaskan di depan, di jaman Cina kuno ada suatu keyakinan bahwa planet dapat mengatur proses perubahan. Sebagian besar ahli sejarah, semua itu telah diterima dan bahwa perubahan itu dikendalikan oleh yang punya kuasa (Tuhan). Di lain sisi, para pemikir sosial memandang bahwa perubahan yang terjadi bidang sosial dan ekonomi dipengaruhi oleh faktor di dalam masyarakat itu sendiri. Pemikiran mengenai umat manusia dapat dengan sengaja merencanakan sehingga bisa mendorong secara langsung proses perubahan di waktu sekarang ini.
Di jaman Yunai kuno, juga telah memberikan sumbangan terhadap pemahaman mengenai perubahan sosial. Banyak teori ilmu sosial mengenai perubahan sosial berasal dari keyakinan orang Yunani. Pemikiran Yunani mengenai masyarakatnya yang telah mengalami kemunduran sejak jaman emas dan keyakinan itu ditemukan di dalam dongeng dan legenda yang ditulis oleh Hesiod. Sekarang, keyakinan itu ditentang oleh seorang filsof Heraclitus yang menyatakan bahwa teori tentang perubahan sosial terdiri dari perputaran dan unsur kemajuan. Heraclitus yakin bahwa masyarakat akan lahir, berkembang, maju dan kemudian mengalami kemunduran, tetapi dia menyarankan bahwa seluruh perubahan akan menuju kemajuan yang abadi. Heraclitus yakin bahwa perubahan akan terjadi dan tidak ada sesuatu baik secara fisikal maupun sosial bersifat abadi. Dia menawarkan penyebab yang kompleks dari perubahan, menyarankan bahwa perubahan itu akan terjadi ketika ada unsur baru dan ada yang membuat hal baru. Pada waktu itu, hal-hal baru diikuti dengan hal yang baru lainnya, dan ketika keduanya melebur, hal baru lagi dapat direkayasa. Proses demikian itu disebut dengan ”dialektik”. Heraclitus menjelaskan bahwa di antara dialektika itu mendorong terjadinya perubahan. Tulisan yang sangat penting tersebut telah mempengaruhi pemikir sosial Eropa di abad ke-18 dan ke-19. Mereka kebanyakan menerima pandangannya mengenai perubahan sosial sebagai suatu kemajuan dan proses yang tidak bisa dihindari. Sebagaimana pemikir George Hegel dan Karl Marx juga dipengaruhi pemikiran dialektika di dalam menjelaskan perubahan sosial.
Plato juga dipengaruhi oleh pemikiran Heraclitus, tetapi lebih condong untuk menerima pemikiran yang mundur (retrogressive) tentang perubahan sosial. Plato yakin bahwa masyarakat di mana dia tinggal mengalami kemunduran dari peradaban yang sangat tinggi. Tetapi, dia setuju dengan Heraclitus mengenai masyarakat, sebagai mahkluk hidup, tumbuh dan berkembang, mengalami kemunduran, kemudian mati. Sebagaimana jaman Hebrews kuno, Plato yakin bahwa perubahan sosial dikendalikan oleh yang maha kuasa (Tuhan). Dia juga yakin bahwa ada faktor pendorong untuk mengendalikan masyarakat di masa itu. Selama jaman emas, Plato mengatakan bahwa telah menjadi bagian dari mahkluk hidup dan terlibat langsung dalam mengendalikan masalah manusia. Namun, ketika dia tidak bisa mengendalikan masyarakat itu, maka akan terjadi kemunduran. Ketika Plato menerima suatu perubahan, dia tidak suka dengan perubahan itu, dan lebih suka hidup di dalam kondisi masyarakat yang stabil dan teratur.
Pengaruh penting lainnya yang muncul dari teoritisi modern tentang perubahan sosial yaitu St Augustine, dia adalah ilmuwan di jaman kristen. Demikian pula Nisbet (1980) telah menjelaskan bahwa St Augustine telah menulis sehingga mendorong dan mempengaruhi teori perubahan sosial modern dibandingkan dengan jaman Yunani. Dia mengemukakan bahwa banyak teori perubahan sosial yang muncul setelah abad pertengahan yang terinpirasi dari tulisan Augustine tersebut.
Pemikiran Augustine melihat bahwa perubahan sosial adalah suatu proses kemajuan yang merupakan hasil dari kondisi tetap di dalam masyarakat yang telah diterima secara luas. Pemikiran ini juga mempengaruhi konsep mengenai pembangunan sosial. Augustine juga membuat teknik untuk membuat tahap proses teoritis waktu yaitu time series secara bijaksana. Selain pemikirannya tentang perubahan sosial yang tetap, yang mengikuti perubahan waktu, dia mengkategorikan ke dalam 6 tahapan, yakni tahap pertama masa Adam dan Hawa dengan segala hal yang berkaitan dengan mereka. Kemudian, banyak penulis menerima teknik itu, yang memandang perubahan sosial sebagai suatu proses dari peristiwa, tahap demi tahap.
Augustine juga menjelaskan bahwa proses perubahan akan mencapai puncaknya jika telah mencapai kesempurnaan. Selain itu ke enam tahapan, dia juga menyebutkan 7 (tujuh) tahapan termasuk jaman emas yang pada masa itu manusia akan hidup dalam perdamain dan harmonis di alam dunia. Tahapan itu akan diikuti tahapan akhir yaitu ketika dunia telah kiamat dan mereka memasuki surga untuk hidup penuh dengan kebahagiaan. Untuk Augustine, tujuan akhir dari suatu perubahan sosial adalah kesempurnaan sosial. Pemikiran demikian akhir-akhir ini dikembangkan oleh para penggagas dan juga mempengaruhi para pemikir pembangunan sosial.
Akhirnya, sumbangan Augustine di dalam pengembangan teori perubahan sosial modern adalah membantu mengidentifikasi penyebab perubahan. Ketika Augustine yakin bahwa Tuhan menciptakan waktu dan ikut campur dalam proses perubahan, yang pemikiran ini dipengaruhi oleh pemikiran Yunani mengenai dialektika dan keyakinan bahwa perubahan sosial merupakan persaingan antar kekuatan. Augustine, mengatakan bahwa dasar dari semua kenyataan sosail adalah berlangsungnya konflik antara manusia dengan Tuhan. Di sisi lain, antara kekuatan spiritual dan material. Ketika konflik terus berlangsung akhirnya diakhiri dengan datang dan berakhirnya waktu.
Meskipun hanya sedikit studi mengenai perubahan sosial telah dipublikasikan antara masa Augustine dan abad ke-16, satu teori penting telah dirumuskan oleh Ibnu Khaldun, pada abad ke-14 yang merupakan sarjana Islam dari Afrika Utara. Teori Ibnu Khaldun sangat signifikan karena dalam teorinya dia mengatakan bahwa ada satu hal utama yang mempengaruhi perubahan sosial yakni kegiatan manusia. Khaldun menguraikan ada dua tipe masyarakat, adalah masyarakat nomaden asli yang teridi dari petani sederhana dan penduduk kota. Dia menjelaskan bahwa masyarakat yang berpindah selalu melakukan penyerangan terhadap penduduk yang menetap. Karena mereka lebih kuat dan terbiasa dengan kegiatan demikian, mereka akhirnya dapat menaklukan mereka, karena dengan melakukan pekerjaan, maka mereka kemudian masyarakat yang menetap pula dan kemudian kehilangan kemampuan untuk berperanga. Pada waktu itu, nomaden yang lainnya datang dan melakukan penyerangan terhadap mereka. Mereka juga melakukan hal yang sama dengan pendahulunya. Ibnu Khaldun, yakin bahwa hal demikian merupakan proses berulang yang terus berlangsung. Walaupun teori perputaran Ibnu Khaldun agak berbeda dengan kebanyakan teori yang melihat perubahan sosial secara linear, proses maju, yang didasari pada konflik kemanusiaan sebagai penyebab utama dari perubahan yang secara historis sangat penting.
Banyak teori perubahan sosial yang telah dirumuskan oleh filosof Eropa selama dan setelah abad kebangkitan. Kebanyakan dari teori bersifat optimis, yakin bahwa masyarakat akan berkembang maju, dalam bentuk linear. Teori yang lainnya lagi telah mengidentifikasi perbedaan tahap di dalam proses perubahan sosial. Banyak teori menuntut adanya tahapan akhir yakni menjadi satu situasi sosial yang komplit. Namun, teori di masa kebangkitan ditandai dengan penyebab perubahan sosial adalah berbagai faktor. Penjelasan demikian dapat dibagi menjadi dua yakni penekanan pada peranan pemikiran manusia yang menekankan pada peranan kekuatan ekonomi dan sosial dalam memperbaharui perubahan sosial. Penjelasan pertama dikenal dengan teori idialis, yang kemudian dikenal dengan istilah teori materialis.
Adam Smith adalah salah seorang yang menyarankan mengenai munculnya perubahan sosial karena dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi. Dia mengidentifikasi 5 tahapan di dalam sejarah perkembangan manusia. Tahap yang paling rendah yang didominasi oleh pemburu, kemudian tahap pengembalaan, yang dilakukan oleh penggembala. Para penggembala digantikan dengan pertanian primitif yang kemudian digantikan lagi oleh petani maju. Selanjutnya tahap akhir adalah manusia yang mempunyai peradaban tinggi, yang Smith yakin bahwa ciri dari peradaban modern itu adalah pengembangan pabrik pengolahan dan diekspor ke wilayah lain. Perubahan kegiatan ekonomi demikian akhirnya mendorong masyarakat ke dalam tahap pembangunan yang tertinggi. Teori Adam Smith ini sebagai sebuah contoh dari penjelasan materialistis mengenai perubahan.
Di lain pihak, Georg Hegel, menjelaskan mengenai perubahan sosial yang ditekankan pada peranan pemikiran manusia sebagai pengaruh utama perubahan. Di sini dilakukan identifikasi mengenai tahapan melalui masyarakat yang telah lampau. Dia yakin bahwa pemikiran dari masyarakat yang berbeda akan menjadi sumber konflik di berbagai tahapan perkembangan masyarakat. Berbagai pemikiran yang bersifat konflik itu merupakan ekspresi atau perwujudan dari thesis dan antithesis, yang akhirnya menghasilkan suatu proses yang disebut synthesis. Ketika synthesis terjadi, masyarakat akan terdorong ke dalan tahapan berikutnya. Di sini synthesis sekarang menjadi pemikiran baru atau thesis, yang akhirnya menghadapi tantangan pemikiran baru lainnya atau antithesis. Walaupun, dua pemikiran tersebut bisa bercampur menjadi satu, perkembangan tahap berikutnya akan dialami masyarakat ke dalam tahap yang lebih tinggi. Walaupun Plato dan penulis lainnya sebelumnya telah menekankan pentingnya pemikiran manusia di dalam perubahan sosial, teori Hegel mungkin menjadi yang terbaik dan lengkap untuk dijadikan contoh mengenai penjelasan idealis seperti di atas.
Karl Marx dan para pengikutnya seperti Fredrich Engels merupakan tokoh yang sangat terkenal di dalam paradigma materialistis mengenai perubahan sosial. Marx tidak setuju dengan apa yang disampaikan Hegel berkenaan dengan peranan pemikiran manusia di perubahan sosial. Seperti halnya Smith, mengatakan bahwa kegiatan ekonomi sebagai pendorong perubahan sosial. Marx menjelaskan bahwa perbedaan bentuk kegiatan ekonomi diikuti dengan bentuk eksploitasi dan konflik. Marx yakin bahwa bahwa konflik sosial bermula dari dialektika yang mendorong masyarakat menuju tahapan yang lebih tinggi. Marx mengidentifikasi beberapa tahapan di dalam proses perubahan yang meliputi sistem komunisme primitif, masyarakat dengan nilai budaya timur, perbudakan, feodalisme, dan sistem kapitalisme. Dengan melampaui sistem kapitalisme, masyarakat akan bergerak menuju kepada tahap yang lebih damai yang akhirnya pada tahap akhir yakni tahap sistem komunis yang sempurna. Serupa dengan apa yang disampaikan oleh Augustine.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, teori perubahan sosial telah mempengaruhi terhadap masyarakat modern sekarang ini terutama berkaitan dengan pembangunan sosial. Sekarang, pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan yang terjadi dalam kondisi linear dan menghasilkan peningkatan kemajuan bagi masyarakat. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana teori Barat mengenai perubahan sosial telah mempengaruhi definisi pembangunan sosial dan memberikan fasilitas sehingga bisa diterima.

2.1 Pemikiran Mengenai Intervensi Sosial
Para ahli teori sosial kuno yakin bahwa perubhan akan muncul melalui kekuatan yang besar seperti pengaruh Tuhan atau kekuatan planet. Di akhir-akhir ini, banyak yang menyatakan bahwa perubahan sosial disebabkan karena kekuatan di dalam masyarakat. Sebagaimana ditunjukan sebelumnya, Ibnu Khaldun yakin bahwa perubahan masyarakat dapat terjadi melalui proses perang. Hegel percaya bahwa pemikiran manusia mendorong masyarakat untuk sampai ke tahap yang lebih tinggi lagi. Sebaliknya, Marx yakin bahwa perubahan masyarakat mengakibatkan ekspoitasi kelompok tertentu meningkat dan melampaui tindakan penindasan.
Tidak ada suatu teori yang menjelaskan bahwa perubahan sosial dianggap dengan sengaja dipengaruhi keputusan manusia, melalaui perencanaan, dan kemudian langsung berubah. Walaupun, kesemuanya isinya tentang perubahan sosial yang akan muncul secara alamiah sebagai hasil dari kekuatan lokal di dalam sistem sosial. Hal demikian, tentu benar, karena para teoritisi sosial seperti misalnya Marx dan Hegel menyarankan bahwa perubahan sosial dipengaruhi oleh kegiatan manusia secara langsung. Marx percaya bahwa tindakan secara revolusioner oleh kelompok mempengaruhi perubahan pada individu dan kemudian perubahan masyarakat. Meskipun Marx dan Hegel percaya bahwa bahwa tindakan manusia menyebar luas dan menimbulkan kekuatan yang tidak terhingga. Marx menyatakan bahwa kehidupan manusia menentukan sejarahnya sendiri, tetapi dia menggarisbawahi pernyataannya sendiri dengan mengatakan bahwa mereka melakukan kegiatan berdasarkan konteks sejarah dan proses sosial. Dia juga percaya bahwa banyak sejarah hukum yang mengarahkan kegiatan masyarakat. Ketika kegiatan manusia memerlukan perubahan masyarakat, dan perubahan itu didorong oleh kekuatan sejarah dan keadaan masyarakat secra luas.
Pemikiran mengenai kesejahteraan manusia dapat ditingkatkan secara intensif di masyarakat dan membentuk masyarakat ideal merupakan hal yang diperjuangkan oleh para kelompok pemikir sosial yang sering disebut dengan kelompok Utopians. Mereka membuat perencanaan untuk mereka berpikir mengenai masyarakat yang sempurna. Meskipun seringkali menjadi bahan ejekan, mereka membela intervensi dan pemikiran perencanaan modern.
Pemikiran para utopia merupakan sejarah panjang pula. Plato merupakan salah seorang utopis. Dia mengembangkan suatu perencanaan lengkap mengenai masyarakat yang ideal itu. Masyarakat yang demikian akan diatur oleh filsof yang berfungsi sebagai penyelenggara pemerintahan dan menjaga harmonisasi masyarakat. Dengan demikian mereka akan didorong dan penuh perhatian untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, raja filafat, yang sering kita sebut, tidak akan menikah atau menjadi kaya. Plato tidak suka demokrasi, dia yakin bahwa kebanyakan manusia tidak mempunyai kapasitas mengatur dirinya sendiri. Selain itu, dia yakin bahwa demokarsi menciptakan bagian-bagian dan konflik. Di dalam angan-angannya, para raja filsafat tersebut berperan mewujudkan keseimbangan dan tertarik untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakatnya.
Banyak contoh lainnya mengenai pemikiran utopis tersebut. Utopia sesungguhnya berasal dari orang Inggris yakni Thomas More di awal abad ke-16. Thomas More menggunakan istilah pulau imaginasi (impian) yang berisi mengenai konsep masyarakat yang paripurna. Dia memodifikasi istilah tersebut dari bahasa Yunani, topia yang berarti tempat dengan menambah u maka bisa berarti tidak ada tempat atau tempat yang sempurna. Beberapa ahli lainnya yakin bahwa konsep itu tidak nyata dan berada di alam angan-angan saja.
Di abad ke-19, banyak buku-buku utopia itu, seperti novel dan risalah telah dicetak dan di antaranya mengusulkan sautu angan-angan atau utopia yang telah dilaksanakan. Salah seorang di antara mereka adalah Robert Owen yang bekerja di pabrik kain di New Lanark Skotlandia sebagai penggerak tenaga kerja. Kemudian dia pergi ke Indiana AS untuk mengendalikan komunitas utopia yang dikenal dengan keharmonisan baru. Proyek tersebut mengalami kegagalan dan kemudian para anggotanya menolak untuk bergabung di antara mereka. Owen, dan para pengikutnya juga merencanakan suatu masyarakat di abad ke-19, yang dikenal dengan masyarakat sosialis utopia. Dia diilhami pemikiran Marx dan Engel yang memimpikan idealismenya dengan merancang bentuk masyarakat utopia yang menghasilkan perkembangan sosial secara signifikan.
Beberapa ahli utopia tidak berupaya untuk mewujudkan masyarakat yang terorganisir, tetapi hanya lebih memberikan pertimbangan kepada kekuatan politik untuk memperkenalkan perubahan sosial yang sangat berarti. Kebanyakan perdebatan tentang peningkatan sosial dengan menyertakan ilmu pengetahuan ilmiah. Perdebatan mereka berkenaan dengan memberikan pemahaman kepada ilmuwan sosial agar melakukan penelitian tentang masalah sosial dan merumuskan kebijakan untuk mengatasi mereka. Salah seorang yang menyarankan hal itu adalah peraih hadiah nobel dari Peranci yaitu Count Henri Saint-Simont dan para penganutnya, seperti Auguste Comte, yang keduanya akan dijelaksan di bagian akhir bab ini. Saint-Simont memegang jabatan dalam bidang pendapat umum dan tidak sama dengan anggota dari peraih nobel, dia hidup di jaman revolusi Perancis. Pengaruh Saint-simont terhadap Comte dapat dilihat dari buku yang ditulisnya mengenai penggunaan metode ilmiah di dalam mempelajari dan mencari solusi masalah yang dihadapi masyarakat. Dia menyarankan untuk merumuskan ilmu baru untuk masyarakat yang disedut dengan Sosiologi, dan mengusulkan kepada sosiolog untuk melakukan perubahan masyarakat agar lebih baik.
Di akhir abad ke-19, sosiologi telah menjadi mapan sebagaimana disiplin ilmu pengetahuan lainnya, di banyak universitas di Eropa dan juga Amerika Utara, tetapi hanya sedikit sosiolog yang setuju dengan Comte yang sosiologi berupaya untuk menemukan solusi bagi masalah yang ada di masyarakat. Sosilog Inggris, Herbert Spencer, juga mengusulkan pemikirannya, memperdebatkan dan berusaha mencampuri perubahan sosial masyarakat sebagaimana proses alamiah dan lambat laut mengalami kemajuan menuju perdaban yang lebih tinggi. Spencer yakin bahwa masyarakat sebagaimana makhluk hidup, mengalami evolusi sebagai teori Charles Darwin. Di bawah pengaruh pemikiran Darwin, Spencer dan para pengikutnya seperti William Sumner dari Yale USA pernuh mengusulkan program bantuan kesejahteraa sosial yang dilakukan oleh pemerintah, keyakinan mereka adalah bahwa di masyarakat juga terjadi proses seleksi alamiah. Di bawah seleksi alam itu, mereka menjelaska bahwa hanya yang terbaik akan tetap hidup. Dengan membantu yang lemah dan menghidupkan kembali mereka, maka masyarakat secara keseluruhan masyarakat menjadi rusak.
Di sini lain, beberapa sosiolog yang sepakat dengan pandangan Comte. Lester Ward darui USA dan Leonard Hobhouse di Inggris, keduanya menolak kritikan terhadap campur tangan negara, dan yakin bahwa intervensi pemerintah berguna untuk meningkatkan kesejahteraan semua warga negaranya. Sebagaimana telah diungkapkan di bab sebelumnya, Hobhouse menekankan tentang pembangunan sosial sebagai wujud dari proses perencanaan perubahan. Istilah ini diambil dari Charles North, yang menggunakan istilah perencanaan sosial. Kesemuanya itu sesungguhnya merupakan istilah dari sosiologi terapan yang berarti menerapkan ilmu sosiologi kepada pengembangan sosial.
Suatu pemikiran yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan ilmiah dapat mengembangkan masyarakat telah juga dikemukakan oleh ahli ilmu sosial dari Inggris, Fabian. Di akhir abad ke-19 Fabian mendorong pemerintah Inggris untuk memperkenalkan program sosial yang untuk menangani maslah sosial di masyarakat. Ada suatu keyakinan bahwa dengan perubahan sosial dapat mendorong pemikiran yang lebih maju. Fabian mengembangkan pemikirannya itu dengan mengkaitkan pemikir liberal yang baru. Pandangan mengenai faham liberal baru adalah menolak adanya faham individualis dengan menjelaskan faham yang lebih moderat yakni adanya intervensi pemerintah. Hobhouse adalah penganut faham tersebut. Di Amerika, faham baru tersebut didukung oleh Partai, ekonom seperti Thorstein Veblen, filosof John Dewey dan pekerja sosial Jane Addams.
Sebagaimana Spencer, kebanyakan ekonom pada waktu itu juga percaya bahwa pemerintah tidak akan mencampur adukan dengan masalah ekonomi. Namun, para ekonom tidak selalu dalam posisi yang sama. Meskipun, ekonom di masa sebelumnya yakni Merkantilis, menyarankan kepada pemerintah untuk mengendalikan pasar dan kegiatan ekonomi lainnya. Di dalam sistem merkantilis melindungi dan menyediakan fasilitas bagi industri kecil, yang dalam kenyataannya dapat menambah keberhasilan ekonomi di Inggris. Di abad ke-17, Jean Baptiste Colbert seorang Perancis sebagai menteri keuangan di dalam Pemerintahan Louis XIV, berhasil menggunakan pemikiran Merkantilis, untuk mendorong pertumbuhan industri pemerintah, mengorganisir hasil produksi dan mengendalikan impor.
Di abad ke-18, sebagai pengalaman Eropa dalam menerapkan industrialisasinya, para pemikir intervensionis juga melakukan kegiatan intervensi bersamaan dengan industrialisasi. Ada satu buku yang terkenal yakni ” Kekayaan Bangsa”, Adam Smith mengkritik faham merkantilis, dan Colbert secara khusus, melarang intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi harus dalam skala sekecil mungkin. Peran pemerintah yang layak dilakukan menurut keduanya adalah menjamin keamanan nasional, menegakan hukum dan keadilan, serta menyediakan pelayanan kepada masyarakat yang tidak bisa disediakan oleh pasar. Meskipun pemikiran Adam Smith diterima di banyak kalangan, tetapi tidak semuanya setuju dengan Smith tersebut. Di Amerika, Alexander Hamilton, mendorong pemerintah federal untuk mensubsidi dan bentuk kegiatan lain dalam mendorong tumbuhnya industri baru. Di awal abad ke-19, Fredrich List di Jerman juga mendorong agar agar melakukan intervensi pemerinta dalam bidang ekonomi khususnya yang berkaitan dengan penyediaan barang di pasar. John Eatwell (1982) ekonom dari Inggris mengemukakan bahwa pemikiran List dapat mempengaruhi pemimpin politik Jerman sehingga bisa menerima suatu pendekatan dalam bidang pembangunan ekonomi yang agak berbeda dengan yang ada di Inggris maupun negara industri lainnya.
Argumentasi Smith sama dengan para pemikir ekonomi dari Perancis pada abad ke-18 yang mereka menyebut sebagai psisiokrat. Mereka adalah Frnqois Quesnay, Piere Dupon, dan Marquis de Mirabeau. Para psisiokrat tersebut yakin bahwa perekonomian akan dikendalikan oleh hukum alam dan mereka menggunakan istilah ”pasar bebas” yang tidak ada campur tangan pemerintah di dalam pasar. Serupa dengan pemikiran Smith, pendekatan psisiokrat muncul di abad ke-19 yang tokohnya lainnya adalah Stanley Jevons dari Inggris, Carl Menger dari Jerman, dan Leon Walrus dari Swis. Mereka semua yakin bahwa perekonomian berjalan secara otomatis, menggunakan sistemnya aturan sendiri, dan intervensi pemerintah terhadap operasi sistem pasar diharamkan. Di akhir abad ke-20, Alfred Marshall dari Cambride University merevisi pemikiran tersebut, dengan merumuskan secara lengkap sejumlah pekerjaan di dalam ekonomi pasar. Marshall dan para pengikutnya percaya bahwa tidak adanya intervensi ke dalam pasar, dan pandangannya itu telah mendominasi pemikiran ekonomi saat itu. Hanya sedikit para ekonom yang dengan semangat membela adanya keharusan keterlibatan pemerintah di dalam perekonomian. Thorstein Veblen, yang mendirikan sekolah ekonomi, mendorong pemerintah AS untuk melakukan intervensi, yang sementara itu di Inggris kabinet neo-klasik ditentang oleh pengikut Marshall, misalnya John Maynard, yang pemikirannya dapat diterima.
Veblen dan Keynes, sosiolog seperti Hobhouse dan Ward, percaya bahwa intervensi sosial bisa dilakukan melalui perencanaan. Tetapi, pemikirannya itu tidak bisa diterapkan dalam skala yang cukup di negara-negara industri maju sampai berakhirnya perang dunia kedua. Kenyataannya, perencanaan dalam skala nasional telah diterima di Uni Sovyet setelah partai Marxis berkuasa di tahun 1917. Hal demikian kiranya dapat dikatakan ironi karena Marxis mengolok-olok ahli utopia yang pertama kali menerima perencanaan secara lengkap, dan berhasil menjalankan sesuatu yang diangan-angankan saja.

BAB III NEGARA SEJAHTERA DAN PERENCANAAN DI NEGARA
INDUSTRI
Pembangunan sosial sekarang meliputi pemikiran mengenai kesejahteraan manusia yang dapat diupayakan melalui intervensi terorganisir. Hal ini menolak anggapan bahwa upaya pelayanan sosial tidak bermanfaat bagi masyarakat. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, pandangan bahwa keterlibatan pemerintah di dalam menangani masalah sosial berbahaya bagi masyarakat itu sendiri, yang dikemukakan oleh para sosiolog seperti Herbert Spencer, ahli pasar bebas, pemimpin ekonomi dan orang-orang kaya di abad ke-19. meskipun mereka menyatakan sebaliknya, secara perlahan-lahan ada kecenderungan di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 untuk melaksanakan intervensi pemerintah di dalam kesejahteraan sosial. Kecenderungan tersebut dimulai sesungguhnya dari Undang-undang Kemiskinan yang untuk pertama kalinya pihak pemerintah secara sistematis mengatasi masalah sosial. Di awal abad ke-19, yang penduduk perkotaan bertambah dengan cepat, kondisi kota menjadi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, pemerintah mulai memperkenalkan sanitasi lingkungan, air bersih, dan sarana kesehatan lainnya. Setelah itu, di akhir abad ke-19, kebutuhan akan pendidikan meningkat dan pada waktu itu, sarana pendidikan umum diperkenalkan dibanyak masyarakat industri.
Pembangunan prasarana jalan terus digalakkan dan diperluas untuk mendukung program sosial pemerintah, termasuk jaminan sosial, perumahan, dan pelayanan kesehatan secara lengkap. Hari program jaminan sosial pertama kali ada di Jerman di tahun 1880-an yang dilaksanakan oleh Kanselir Count Otto von Bismarck, yang meyakini bahwa dengan bertambahnya dukungan partai politik yakni partia sosialis Jerman dapat memperkenalkan program kesejahteraan sosial. Walaupun banyak aristokrat dan pemimpin perusahaan yang menolak kebijakan Bismarck, dia terus memperkenalkan model asuransi sosial yang melindungi pekerja dengan berbagai kemudahan dan keuntungan.
Keberhasilan di Jerman tersebut selanjutnya ditiru oleh negara industri lainnya, dan jaminan sosial menjadi program utama dan sebagai pioner mewujudkan kesejahteraan negara. Beberapa negara menggunakan pendekatan jaminan sosial bagi perawatan kesehatan, jaminan kehamilan, beasiswa untuk anak dan serupa dengan itu yakni perlindungan pekerja diperluas. Jaminan sosial disertai dengan pendidikan masyarakat dan pelayanan kesehatan, meningkatkan perumahan bagi warga miskin, dan menambah penyediaan layanan pekerja sosial pemerintah.
Adanya depresi ekonomi yang berat, presiden Franklin Roosevelt dari Amerika mengumumkan upaya untuk membantu masyarakat Amerika, pemerintah AS merupakan negara industri maju yang kuat, yang tidak ada sistem jaminan sosialnya dan program pelayanan kesehatan bagi warganya. Bilamana para penganggur di masa resisi dan di antara jatuh dalam kemiskinan, dukungan intervensi pemerintah perlu ditingkatkan. Walaupun langkah baru tersebut dititik beratkan pada keadaan yang darurat dan membuka lapangan kerja, hal tersebut kemudian disertai memperkenalkan undang-undang jaminan sosial di tahun 1935 yang diprakarsai oleh berbagai ahli dan diilhami dari sejarah perkembangan tentang negara kesejahteraan.
Di tahun 1942 berdasarkan laporan Beveridge yang juga disetujui oleh para ahli bahwa satu hal penting adalah sejarah kebijakan sosial. William Beveridge kemudian diundang oleh perdana menteri Inggris, Wiston Churchill, untuk menjelaskan mengenai panitia untuk menjamin kebutuhan sosial bagi penduduk Inggris agar bisa cukup tersedia setalah perang dunia kedua berakhir. Di sana perhatian pertama pada bekas tentara yang pulang dari arena perang untuk mencari pekerjaan, dan masalah kemiskinan, pendidikan dasar yang rendah, dan kondisi sosial lainnya perlu mendapatkan perhatian. Laporan Beveridge merekomendasikan bahwa pelayanan sosial, khususnya jaminan sosial dan jaminan kesehatan, dapat diperluas dan mencakup semua warga negara Inggris. Laporan tersebut mendapat kritikan karena analisisnya terlalu berhati-ati, masalah sosial di Inggris sangat luas dan solusinya harus didasarkan kepada intervensi pemerintah secara menyeluruh.
Setelah berakhirnya perang, pemerintah Inggris di bawah perdana menteri Clement Attlee, menerima banyak saran dari laporan Beveridge tersebut. Selain itu harus mengusahakan sistem jaminan sosial terpusat, pemerintah harus menetapkan kesehatan nasional, memperluas layanan pendidikan dan memperbanyak program perumahan. Agak berbeda dengan yang ada di AS, pemerintah Inggris juga memperkenalkan jaminan keluarga, yang memberikan bantuan keuangan terhadap keluarga dan anak-anaknya. Upaya tersebut dapat mendorong munculnya sentralisasi dan negara sejahtera yang komplit yang mencakup seluruh penduduknya. Agak berbeda dengan pelayanan sosial yang dijelakan sebelumnya yang menitik beratkan pada kelompok masyarakat miskin, negara sejahtera di Inggris dapat mencakup keseluruhan warga masyarakatnya.
Pada waktu itu, laporan Beveridge diakui sebagai model di seluruh dunia. Banyak negara eropa juga memperkenalkan program sosial secara luas. Tetapi, di dalam kasus yang sama, negara-negara industri membagi kepada pemerintah lokal, atau terkadang oleh lembaga atau organisasi yang dikoordinir para kelompok pekerja sosial khusus. Selain memerlukan kemampuan untuk menangani hal yang baru, negara sejahtera Amerika tidak menyediakan pelayanan kesehatan atau bantuan keuangan terhadap keluarga, dan hal tersebut tergantung kepada program yang sangat diperlukan.
Walaupun banyak diterima di negara maju, tetapi di negara sedang berkembang tidak mampu untuk memperkenalkan secara lengkap pelayanan sosial, karena pemerintah kolonial juga dipengaruhi oleh munculnya negara kesejahteraan di bangsa metropolitan. Meskipun banyak kolonialis berupaya untuk memperluas pelayanan sosial oleh pemerintah, di bagian dunia lain seperti di India dan Ceylon, ada upaya seperti apa yang dilakukan Beveridge. Contohnya, komisi Ardarkar di India mengusulkan untuk memperkenalkan jaminan sosial bagi pekerja industri dan akhirnya memunculkan Jaminan Sosial Pekerja India di tahun 1948. Walaupun sedikit di negara sedang berkembang mampu memperkenalkan program jaminan sosial secara luas bagi buruh-buruhnya, munculnya konsep negara kesejahteraan dan pemikiran tentang peran pemerintah untuk bertanggung jawab terahdap peningkatan kesejahteraan sosial selanjutnya diikuti munculnya pembangunan sosial di negara berkembang. Di dalam negara industri maju, di lain pihak, munculnya konsep negara sejahtera diikuti munculnya pendekatan admnistrasi sosial. Sebagaimana akan terlihat di dalam bab akhir, pendekatan pembangunan sosial meliputi upaya kesejahteraan yang dilakukan pegawai pemerintah kolonial di dalam mengidenfikasi model pelayanan sosial yang dapat mendukung pembangunan ekonomi secara positif.

3.1 Adopsi Mengenai Perencanaan
Perencanaan adalah suatu unsur penting di dalam pembangunan sosial. Sekarang ini, sudah banyak yang percaya bahwa tujuan pembangunan sosial dapat diwujudkan melalui perencanaan yang sistematis. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa perencanaan sesungguhnya merupakan pemikiran yang sudah tua. Telah dikemukakan oleh para utopis dan khususnya utopia sosialis di abad ke-19. Hal demikian juga merupakan unsur pokok di dalam kebijakan ekonomi Marxis dan telah diterapkan pula di negara Uni Sovyet.
Walaupun sistem perencanaan di Sovyet pada umumnya ditentang di negara industri Eropa, konsep perencanaan sedikit demi sedikit menjadi populer di Eropa Barat. Perencanaan pertama kali diperkenalkan di Barat adalah mengenai perencanaan kota. Kemudian melalui tulisan Keynes, kemudian dalam ekonomi-pun menggunakan pendekatan perencanaan sebagaimana yang ada di Sovyet. Di wilayah jajahan, di sisi lain, perencanaan ekonomi menjadi bagian penting dari pembangunan ekonomi. Selain menerima model perencanaan ekonomi di negaranya sendiri, beberapa negara Eropa memperkenalkan perencanaan ekonomi di wilayah kolonial. Albert Waterston (1965) mengemukakan bahwa perencanaan ekonomi pertama kali diperkenalkan di Afrika, yaitu Ghana di tahun 1919 ketika itu disebut dengan perencanaan 10 tahun pembangunan ekonomi oleh gubernur Sir Gordon Guggisberg dan terlaksana. Beberapa negara kolonialis lainnya juga menerima model perencanaan demikian. Di tahun 1935, pemerintah kolonial di Filipina, membentuk lembaga ekonomi nasional untuk mempersiapkan perencanaan pembangunan wilayah. Di tahun 1936, kongres partai di Filipina menetapkan komite untuk mempelajari perencanaan di Sovyet dan mempersiapkan perencanaannya sendiri untuk diterapkan setelah kemerdekaan. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, Filipina dan India merupakan negara merdeka pertama di negara sedang berkembang yang mengadopsi model perencanaan pembangunan nasional ala Uni Sovyet, dengan membentuk lembaga pemerintah pusat yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya. Walaupun beberapa lembaga sangat kuat, maksud dari perencanaan masih bersifat langsung daripada secara cermat mengendalikan ekonomi. Kecuali di negara komunis, negara mengendalikan secara penuh, model intervensi di negara sedang berkembang lebih merupakan perpaduan daripada kekuasaan ekonomi.
Di negara industri, perencanaan lebih banyak diterima terhadap sejumlah perencanaan perkotaan daripada mengenai perencanaan ekonomi. Perencanaan kota modern bermula dari tumbuh dan berkembang cepatnya suatu kota di Eropa dan Amerika Utara di akhir abad ke-19 ketika masalah yang berkaitan dengan perumahan kumuh tampak di mana-mana. Pada waktu itu, para penggagas mulai mendorong dengan keras pemerintah kota untuk memperbaiki kondisi rumah kumuh. Selain itu juga memperbaiki dan membangun taman kota yang dilakukan oleh Filantropis seperti Ebenezer Howard. Kehadiran taman kota tersebut dengan jalan memindahkan penghuni rumah kumuh ke tempat yang baru jauh dari pusat kota. Penulis Lewis Mumford dan Patrick Geddes berupaya mendorong pemikiran demikian agar lingkungan perkotaan dapat berkembang sesuai perencanaan dan perencanaan dapat memperkuat kualitas hidup di perkotaan.
Meskipun hal demikian hanya dilakukan setelah perang dunia kedua yang perencanaan kota telah diterima secara luas di negara industri. Bahaya akibat adanya perang telah menimbulkan perumahan kumuh dan program perbaikan dengan menggunakan konstruksi dalam skala besar telah memunculkan hal baru yakni perencanaan kota yang berwawasan lingkungan. Pemetaan wilayah juga telah diterima menjadi alat perencanaan dan menjamin penduduk kota serta kegiatan ekonomi ditempatkan di daerah yang berbeda. Jaringan tranportasi dibangun dan tempat rekreasi maupun sarana sosial lainnya. Proyek pembangunan perumahan dalam skala yang luas menjadi ciri utama dari perencanaan kota di banyak negara industri. Namun pembangunan dalam skala luas perumahan itupun juga tidak terduga memunculkan masalah sosial yang baru.
Perencanaan kota, yang menekankan lingkungan fisik, lambat laun akan memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial. Lembaga perencanaan kota memulai menempatkan masalah sosial, seperti pengangguran, kejahatan, kemiskinan, dan James Midgley (1984) mengemukakan sebagai suatu ”perencanaan sosial” yang lambat laun dapat diterima sebagai aspek sosial dari perencanaan kota. Perencanaan kota muncul sebagai bidang yang berbeda, dan para perencana sosial bertanggung jawab untuk menyertakan analisis demografis, mengumpulkan data dan menganalisis dampak sosial dari keputusan perencanaannya. Namun, perencanaan sosial tidak hanya terbatas pada perencanaan fisik dan ekonomi saja.
Pertumbuhan dari perencanaan kota di negara industri maju diikuti dengan perencanaan wilayah yang dititik beratkan pada wilayah yang lebih luas. Perencanaan regional berupaya mengkombinasikan strategi antara perencanaan fisik, ekonomi dan sosial untuk meningkatkan wilayah. Pada umumnya, lokasi geografis dipilih untuk perencanaan regional yang berkaitan dengan kemiskinan maupun keterbelakangan. Pembangunan infrastruktur dan pengembangan kesempatan berusaha diakui berhubungan pertumbuhan ekonomi di masa depan. Proyek perencanaan wilayah yang terpadu telah diterima oleh berbagai wilayah di Eropa dan Amerika Utara dan banyak juga yang secara luas diterbitkan. Hal tersebut termasuk proyek perumahan Tennessee di Skotlandia. Perencanaan wilayah juga telah diperkenalkan negara sedang berkembang seperti di Brasil dan Saudi Arabia. Di negara dunia ketiga, perencanaan wilayah dititik beratkan khususnya pada daerah terpencil, sedikit penduduk dan juga wilayah yang masih kosong.
Di kebanyakan negara industri, perencanaan ekonomi terkadang tidak langsung dan lengkap, tetapi mencakup penerimaan Kebijakan Keynesian yang mencari kebijakan ekonomi melalui penggunaan tindakan langsung untuk mendorong tumbuhnya permintaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Keynes seorang liberal yang yakin bahwa intervensi pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengarahkan dan mengembangkan masyarakat. Keynes maupun Beveridge setuju bahwa faham sosialis memerlukan pengendalian ekonomi secara penuh.
Walaupun pemerintah di negara industri maju memperluas pelayanan sosial mereka dan juga mengatur perekonomian sebagaimana konsep Keynesian, ada dua kegiatan yang sebenarnya berbeda dan terpisah. Sedikit negara berupaya mengintegrasikan kebijakan ekonomi dan sosialnya dengan jalan yang sistematis. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, pelayanan sosial di negar industri maju telah memainkan peranan penting dalam sektor ekonomi. Tanpa perkecualian di negara Skandinaia, sedikit pemerintah negara Barat mengupayakan keterpaduan antara kebijakan ekonomi dan sosial, dan sedikit menggabungkan sektor ekonomi dan sosial saling mempengaruhi serta saling memperkuat. Hal demikian menjadi yang utama dalam konteks pembangunan negara ketiga yang selalu memikirkan penggabungan antara hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi dan sosial.




BAB IV KOLONIALISME DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DUNIA
KETIGA
Upaya untuk menggabungkan antara kebijakan sosial dan program secara keseluruhan merupakan strategi pembangunan ekonomi yang menjadi inti gagasan pembangunan sosial. Pemikiran awal meliputi juga pembangunan di negara dunia ketiga. Sebagaimana diuraikan di depan, konsep pembangunan sosial muncul dari kegiatan administrator pemerintah kolonial di Afrika selama tahun 1940-an sampai dengan 1950-an.
Sudah sejak lama kolonialisme hanya peduli terhadap eksploitasi sumber daya alam dan pertanian di wilayah kolonialnya. Pemerintah kolonial khususnya hanya peduli kepada perusahaan swasta, terutama pada perkebunan, dan pertanian yang sangat menguntungkan. Para administrator kolonial bertanggung jawab kepada hukum dan keamanan serta menjaga penduduk yang melakukan perlawanan. Pemerintah kolonial juga bertanggung jawab untuk mendorong penduduk pribumi untuk bekerja di perusahaan kolonial. Ketika semuanya tidak mungkin, maka tenaga kerja didatangkan dari daerah lain sebagai tenaga kerja paksa. Pemerintah kolonial juga mengambil pajak untuk membiayai pemerintah kolonial, membangun infrastruktur yang diperlukan bagi ekonomi kolonial. Pemerintah kolonial akhirnya melihat bahwa kesemuanya harus diupayakan untuk kepentingan perusahaan kolonial dalam rangka eksploitasi. Pada umumnya, administrator kolonial tidak secara langsung peduli terahdap pembangunan ekonomi.
Keadaan mulai berubah di awal abad ke-20 ketika beberapa pejabat kolonialis mulai memperkenalkan rancangan perencanaan pembangunan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, yang pertama kali adalah Perencanaan Guggisberg untuk membangun tanjung emas di Afrika. Pembangunan dalam skala besar lainnya adalah keterlibatan pemerintah dalam menyediakan prasarana dan sarana ekonomi yang telah dilakukan pemerintah Inggris pada tahuan 1929, program demikian merupakan seri pertama dari Undang-undang yang merupakan kegiatan pembangunan kesejahteraan kolonial.
Undang-undang itu dirancang untuk mendorong perdagangan dengan wilayah koloni. Menghadapi permintaan yang rendah barang produksi pabrik di masa resesi besar, pemerintah Inggris berupaya mencari pasar di luar negeri. Undang-Undang pembangunan dan kesejahteraan kolonial membuka pasar baru di wilayah koloni dan menyediakan anggaran untuk pengembangan pertanian, barang-barang industri komersial yang akan bisa mendorong bangkitnya industri di Inggris raya. Sehubungan dengan adanya UU tentang pembangunan dan kesejahteraan kolonial, pemerintah kolonial juga menyediakan anggaran untuk pendidikan dan proyek sosial. Serupa dengan peraturan di atas, pemerintah kota metropolitan Perancis juga mengadakan Francophone di wilayah jajahannya.
UU tentang pembangunan dan kesejahteraan di wilayah jajahan tidak merupakan penjilmaan dari ekonomi kolonial, tetapi UU itu sebagai suatu gagasan tentang perencanaan ekonomi dan penggunaan sumber daya untuk pembangunan ekonomi. UU demikian juga dimaksudkan untuk mendorong pemikiran yang sumber daya itu tidak hanya diekspor dalam bentuk bahan mentah, tetapi harus dijadikan suatu barang yang mempunyai nilai tambah tinggi. Pemikiran demikian menjadi tema pokok di dalam mengkampanyekan kemandirian atau swasembada dan bisa juga kepedulian pada kemandirian pemerintah atau negara.
Pembangunan ekonomi menjadi tema yang dominan setelah berakhirnya perang dunia kedua. Pemerintah kolonial dan pemimpin nasional yakin bahwa pembangunan ekonomi merupakan upaya yang terbaik untuk melakukan perubahan di wilayah jajahan guna dijadikan bagian dari negara industri maju. Setelah kemerdekaan, banyak pemerintah di negara dunia ketiga membentuk pusat lembaga-lembaga perencanaan untuk menyiapkan rencana pembangunan lima tahun secara lengkap. Peranan perencanaan di dalam industrialisasi telah diakui dengan nyata. Banyak negara yang baru merdeka berpaling kepada negara barat dan Uni Sovyet di dalam memobilisasi sumber daya yang ada di wilayahnya dengan bantuan dana internasional untuk mengembangkan industrinya. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, pembangunan ekonomi menawarkan prospek dalam mengubah sistem perekonomian tradisional ke dalam industri maju. Ahli ekonomi seperti Paul Rosenstein-Rodan (1943) dan Arthur Lewis (1955) merumuskan konsep teoritis bagaimana pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan. Merupakan hal yang sulit untuk mengembangkan pembangunan ekonomi jika ada hambatan dari pemimpin politik, ilmuwan, dan warga masyarakat yang tidak mendukung.

4.1 Kesejahteraan Kolonial dan Asal Mula Pembangunan Sosial
Suatu masa yang didominasi oleh pembangunan ekonomi, pegawai kesejahteraan kolonial harus mengatasi masalah guna mendukung proses pembangunan. Banyak ekonom yang menjelaskan bahwa pelayanan sosial akan membebani pembangunan dan anggaran belanja untuk sosial akan mengurangi penyediaan sumber daya guna kepentingan ekonomi produktif. Di sisi lain, banyak pemimpin informal kagum terhadap kesejahteraan negara sebagaimana negara industri dan mereka yakin bahwa memperkenalkan pelayanan sosial oleh pemerintah seiring dengan upaya memodernisasi masyarakatnya. Banyak yang menyatakan bahwa jaminan kesehatan dan pendidikan akan terus diperluas sehubungan dengan pelayanan sosial hanya sedikit tersedia. Banyak juga yang mendukung perluasan pelayanan sosial, terutama para nasionalis, yang mereka berkeinginan untuk meningkatkan kepedulian terhadap negara mereka. Ada juga pandangan Populis dan Sosialis. Apapun motivasi mereka, kebutuhan untuk menghubungkan perluasan pelayanan sosial dengan ketidaksepakatan dalam pembangunan ekonomi telah banyak disetujui.
Pada mulanya, pelayanan sosial tidak disediakan oleh pemerintah kolonial, tetapi organisasi para misionaris atau organisasi amal membangun perumahan dan juga mendidik penduduk lokal. Kegiatan tersebut selaras dengan lembaga kesejahteraan lokal. Namun, situasinya menjadi berubah sebelum perang dunia. Ketika kota di wilayah jajahan tumbuh berkembang dan juga pemukinan kumuh ada di mana-mana, akhirnya masalah baru bermunculan, penanganan sangat diperlukan. Kejahatan, pengemis, gelandangan, kemalaratan, dan masalah sosial lainnya harus dihadapi pemerintah kolonial untuk menyediakan sarana-sarana umum untuk mengatasi masalah mereka. Sebagaimana Lucy Mair (1944) melaporkan bahwa pemerintah Inggris untuk pertama kalinya menaruh perhatian untuk menyelidiki perlunya layanan pekerja sosial di wilayah jajahan di akhir tahun 1930-an, dan hal tersebut diikuti selama perang dengan membentuk departemen kesejahteraan kolonial yang mereformasi penjara, rumah bagi anak-anak dan lembaga lainnya untuk lanjut usia, sakit jiwa,dan orang miskin. Pekerja sosial di datangkan dari Inggris untuk menangani departemen kesejahteraan serta melatih penduduk asli menjadi pekerja di lembaga dan melakukan layanan sosial (Midgley, 1981).
Departemen kesejahteraan sering mengkritik terhadap penggunaan sumber daya alam berlebihan yang tidak diikuti dengan peningkatan pelayanan kesejahteraan. Arthur Livington (1969) melaporkan beberapa pejabat senior jajahan hanya sedikit melihat pentingnya pelayanan pekerjaan sosial. Mereka menjelaskan bahwa negara jajahan lebih membutuhkan program pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan semua warga masyarakatnya daripada menitik beratkan pada sedikit sumber daya alam untuk kepentingan pengemis dan para fakir miskin lainnya. Pada masa itu para pejabat di wilayah jajahan lebih melihat program baru yang daripada tertarik pada penangan sosial yang sempit di departemennya dan lebih melayani masyarakat luas. Ada juga harapan bahwa program semacam itu akan meningkatkan lebih luas lagi tujuan pembangunan ekonomi.
Di Afrika Barat, beberapa departemen kesejahteraan memperkenalkan pelayanan kepada anak-anak muda yang tidak hanya melindungi generasi muda dari tindakan yang menyimpang, tetapi juga mendorong partisipasi mereka di dalam kehidupan masyarakat, seperti pembuatan jalan, perluasan pertanian, dan pengelolaan pariwisata. Banyak program yang berhubungan dengan wanita yakni pelayanan ibu hamil dan kesehatan anak, gizi, memasak dan menjahit. Yang lainnya lagi ada program pemberantasan buta aksara bagi orang dewasa yang dikenal dengan pendidikan masyarakat. Karena semua program bertujuan yang lebih penting adalah mengatasi masalah yang ada di masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar kelompok, maka hal demikian sebagai contoh dari ’pembangunan kesejahteraan sosial”.
Pendidikan masyarakat telah diterima oleh departemen kesejahteraan kolonial secara luas karena departemen pendidikan kolonial telah banyak menangani pendidikan dasar dan menengah yang lebih memperhatikan kebutuhan pendidikan bagi anak remaja meskipun kebutuhan akan pendidikan non formal telah menjadi perhatian pemerintah kolonial di Inggris. Mair (1944) menjelaskan bahwa kesepahaman telah disebarluaskan di tahun 193 oleh kantor kolonial dengan mendorong untuk memperkenalkan pendidikan anak remaja karena ada keyakinan bahwa pendidikan bagi anak-anak akan tidak berguna kecuali semua masyarakat menghargai pentingnya pendidikan. Kesefahaman tersebut juga menekankan adanya kaitan antara pelatihan dengan kegiatan yang masyarakat mengalami kehidupannya sehari-hari. Dengan pemberantasan buta aksara, kantor pemerintah kolonial yakin bahwa tidak akan sukses jika membaca dan menulis dipisahkan dari tugas dibidang pertanian dan ekonomi masyarakat desa. Akhirnya, mengajukan pekerja sosial profesional yang melakukan pelatihan dengan menggabungkan antara intruksi pemberantasan buta huruf dengan perluasan di bidang pertanian, memperkenalkan penyediaan air untuk pedesaan, proyek sanitasi, dan kegiatan sosial lainnya.
Kegagalan dari departemen pendidikan kolonial adalah pelaksanaan penyediaan pendidikan masyarakat yang dilakukan oleh departemen kesejahteraan yang mempergunakan pendidikan masyarakat untuk menggantikan pelayanan masalah sosial yang sudah lazim dilakukan. Pendidikan masyarakat membantu departemen kesejahteraan untuk memperluas kegiatannya sampai ke pelosok pedesaan dan memperkenalkan program yang jelas bersentuhan dengan masyarakat. Program pendidikan masyarakat telah menimbulkan harapan dengan diterimanya administrator kesejahteraan kolonial di Afrika Barat dan menghargai terhadap Peter Hodge (1973) yang telah mencatat bahwa suatu kegiatan akan lebih efektif jika kegiatan tersebut berhubungan dengan masyarakat desa yang telah diperkenalkan proyek ekonomi dalam skala besar atau memberikan kesempatan luas bagi lingkungan perkotaan. Hodge akhirnya ditugaskan oleh pemerintah kolonial ke Afrika Barat, memberikan laporannya bahwa pendidikan masyarakat memperkuat diri sendiri dan dapat memobilisasi masyarakat dalam berpartisipasi secara keseluruhan.
Program pendidikan masyarakat diperkenalkan di Afrika Barat setelah ada perhatian dari pemerintah kolonial di Inggris. Inovasi di Afrika telah mengesankan, kantor kolonial mendorong departemen kesejahteraan di daerah jajahan lainnya untuk menerapkan pendidikan masyarakat juga dan menggunakan pendekatan tersebut guna mendorong pendekatan pembangunan kesejahteraan sosial. Walaupun, kata pendidikan masyarakat seringkali terdengan tidak menyenangkan, di akhir perang dunia kedua, istilah pendidikan masyarakat diganti dengan ”pembangunan masyarakat” yang kemudian diterima secara luas. Ada kegiatan yang mencakup pendidikan pemberantasan buta huruf yakni kegiatan wanita, pelayanan remaja, proyek pembangunan sarana jalan, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan serta program lainnya.
Ada pertemuan besar antara pejabat kesejahteraan sosial kolonial di Cambridge tahun 1948, mengusulkan agar meresmikan istilah pembangunan masyarakat untuk menggantikan istilah pendidikan masyarakat. Dalam pertemuan tersebut juga merumuskan mengenai pembangunan masyarakat yang menekankan pentingnya kemandirian dan keteguhan hati sebagai konsep teoritis dasar dari pembangunan masyarakat. Definisi tersebut dapat diterima secara luas di seluruh negara berkembang (Midgley, 1986).
Di bawah bimbingan pejabat kolonial, pembangunan masyarakat hadir juga di bagian Afrika dan jajahan Inggris lainnya. Di beberapa wilayah, bentuk dari pembangunan masyarakat disesuaikan dengan kondisi wilayah. Di India, sebagai contoh pembangunan masyarakat diwujudkan dalam pemikiran Mahatma Gandhi dan Rabindranath Tagore. Usulan pemerintah Inggris dalam pembangunan masyarakat juga diterapkan oleh pemerintah kolonial Perancis yang memperkenalkan program serupa yakni ”masyarakat desa animasi” di wilayah jajahannya (Gow dan Vansant, 1983). Di daratan Amerika gagasan pembangunan sosial bersamaan dengan munculnya gagasan kepercayaan diri, partisipasi, dan keteguhan hati. Sebagaimana David brokensha dan Peter Hodge (1969) mengatakan, pembangunan masyarakat tidak hanya memberikan perasaan mengenai nilai-nilai budaya Amerika, tetapi sebagai bentuk perlawanan terhadap faham komunis di Asia dan Amerika Latin.
Walaupun pejabat kolonial Inggris secara aktif menyebarluaskan pembangunan masyarakat, namun pelayanan sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial masih diperlukan, dan hal tersebut harus berhati hati bisa jadi departemen kesejahteraan tumpang tindih dalam melakukan pelayanannya. Pengusulan bahwa departemen dapat menerima dua pendekatan yakni melakukan pelayanan bagi penduduk kota yang sangat miskin serta melakukan pembangunan sosial bagi penduduk pedesaan. Hal tersebut merupakan dua kebenaran, dengan keyakinan, bahwa harus secara menyeluruh dalam meningkatkan derajad hidup manusia bagi penduduk dan mengkaitkan program kesejahteraan sosial secara efektif dengan tujuan pembangunan ekonomi. Ada juga konferensi lain oleh pejabat pemerintah jajahan yang diselenggarakan di Ashridge tahun 1954, yang konsep pembangunan sosial secara resmi diterima sebagai suatu pemikiran yang mengesankan. Dalam konsep tersebut ada upaya menggabungkan antara usaha kesejahteraan sosial dan orientasi pembangunan dari program pembangunan masyarakat, pembangunan sosial termasuk di dalamnya tidak hanya keseluruhan proses perubahan dan memajukan wilayah, dalam konsep tersebut perhatiannya pada kesejahteraan umat manusia di masyarakat dan individu (UK, 1954). Dalam pernyataannya, pembangunan sosial berupaya untuk meningkatkan tujuan kesejahteraan secara luas berdasarkan konteks usaha pembangunan ekonomi.

BAB V PBB dan MENGENALKAN PEMBANGUNAN SOSIAL
Sumbangan Inggris dalam pembangunan sosial sangat menentukan, tetapi dilengkapi dan disebarluaskan oleh PBB. Sejak pembangunan sosial dilahirkan, perserikatan bangsa-bangsa memainkan peranan besar dalam memajukan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Di dalam artikel 55 berisi mengenai kepedulian terhadap kemajuan standar hidup yang lebih tinggi, membuka lapangan kerja serta membangun maupun meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Walaupun organisasi tersebut (PBB) hanya sedikit yang bisa dilakukan, namun lambat laun dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Meskipun konsep tersebut diterima hanya sekedarnya, namun masalah sosial dapat diatasi melalui pelayanan kesejahteraan sosial dan pembangunan masyarakat.
Selama tahun 1950-an, PBB memberikan prioritas kepada kesejahteraan keluarga, perlindungan anak dan remaja yang bekerja yang merupakan inti pokok dari pembangunan sosial. Telah diselenggarakan berbagai penelitian sampai usaha kesejahteraan sosial, dan upaya memajukan maupun menyebarluaskan pekerja sosial di negara berkembang. PBB menekankan upaya kesejahteraan sosial sebagai kesimpulan akhir dari kegiatannya. Penghargaan luar biasa patut disampaikan karena faktor sosial dihargai sebagai keseluruhan proses pembangunan dan kebijakan sosial yang dirancang untuk menyokong atau meringankan daripada kegiatan positif dan dinamis di dalam bidang kesejahteraan (PBB, 1971).
Walaupun, di pertengahan tahun 1960-an PBB telah menetapkan kepedulian terhadap usaha kesejahteraan sosial dan pendekatan baru yang lebih menitik beratkan pada peningkatan standar kehidupan dan pengurangan kemiskinan. Pendekatan tersebut berupaya untuk menghilangkan kontroversi antara pelayanan sosial dengan pembangunan ekonomi. Namun demikian, PBB menyarankan bahwa pembangunan sosial lebih mengintegrasikan antara perencanaan ekonomi dengan upaya memperkuat kesejahteraan sosial di luar dari makna yang sempit.

5.1 Perencanaan Sosial dan Penggabungan Pembangunan Sosial-Ekonomi
Upaya untuk menggabungkan dilakukan oleh PBB melalui pendekatan pembangunan sosia telah dilakukan oleh sekretariat organisiasi tersebut. Sekretariat menjadi sangat peduli untuk mengkritik suatu pendekatan yang dipandang sangat sempit bagi kesejahteraan sosial dan penekanan pada upaya pekerjaan sosial. Di awal tahun 1960-an, pandangan yang sempit telah menghadapi tantangan dari mandat yang tertera di dalam artikel 55. berdasarkan penelitian yang panjang dari PBB, pendekatan tersebut dianggap sebagai titik puncak dari Resolusi 1139 yang berkaitan dengan peranan komisi sosial. Dalam resolusi tersebut direkomendasi untuk memperluas cakupan dari gerak komisi tersebut, yang kemudian diganti nama dengan Komisi Pembangunan Sosial, dan sekretariat harus menyediakan bantuan untuk program baru yang menekankan pada kegiatan organisasi dan tujuan pembangunan.
Sedikit kegiatan baru muncul dari upaya PBB dalam mengidentifikasi perspektif pembangunan yang baru. Salah satu usulan itu adalah melihat indikator statistik yang dapat membantu lembaga perencanaan nasional dalam mengukur derajad keberhasilan tujuan pembangunan yang telah dijalankan. Lembaga research PBB untuk pembangunan sosial di Geneva melakukan penelitian, sebagaimana Nancy Baster (1972) menyebutkan bahwa tugas sangat kompleks. Ketika berbagai macam data statistik tentang berbagai negara telah dikumpulkan, ternyata tidak menunjukkan bagaimana data tersebut dapat diukur dalam konsep yang abstrak seperti halnya ”pembangunan”, kemajuan sosial, atau kesejahteraan. Akhirnya UNRISD menghasilkan dua sistem untuk mengukurnya yaitu berdasarkan data yang sama, tetapi berbeda orientasi. Walaupun keduanya sangat kompleks untuk mengukur, namun data statistik tidak dapat dipergunakan. Walaupun demikian, dorongan besar untuk melakukan penelitian dan mendorong pembangunan agar lebih terkendali mengarah kepada pembangunan sosial. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, indikator juga dirumuskan oleh D.M. Morris (1979) dan Richard Estes (1985) agaknya lebih bisa dimanfaatkan. Rumusan itu adalah Indeks Pembangunan Manusia yang kemudian diterima oleh PBB dengan nama Program Pembangunan PBB.
Usaha untuk merumuskan indikator pembangunan sosial membutuhkan pembahasan yang lebih luas terutama mengenai hubungan antara pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi. Pada waktu itu, kebanyakan perencana ekonomi yakin bahwa pertumbuhan ekonomi akan dengan sendirinya meningkatkan standar hidup sebagian besar masyarakat di negara berkembang. Lembaga perencanaan pusat percaya bahwa perhatian terhadap upaya memperbesar investasi dan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran belanja sosial akan terkendali sedikit mungkin dan dialihkan untuk investasi ekonomi produktif. Pandangan demikian mendapat kritikan oleh kelompok kecil ahli ekonomi dan ilmu sosial lainnya yang percaya bahwa pemerintah akan merumuskan kebijakan yang menselaraskan kegiatan perencanaan ekonomi dengan program perencanaan sosial.
Sebagaimana hasil akhirnya sumbangan mereka adalah suatu gagasan yang menyeimbangkan atau menggabungkan antara pembangunan ekonomi dan sosial yang lambat laun akan melahirkan suatu integrasi antara komponen pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Walaupun konsepnya masih sulit dimengerti dan terlalu dangkal, namun kedua konsep jelas dan terarah. Untuk memperjelas konsep dan bersifat praktis dalam upaya menggabungkan pembangunan sosial dan ekonomi, PBB mengadakan pertemuan dari berbagai pakar di tahun 1969 dan 1971. salah satu pakar itu telah memberikan sumbangan terhadap perumusan konsep penggabungan pembangunan ekonomi-sosial dan mendapatkan hadiah Nobel, yakni ekonom dari Swedia Gunnar Myrdal, dia menjelaskan bahwa pemerintah harus membuat perencanaan kegiatan pembangunan ekonomi, dengan menerima kebijakan sosial dan memperkuat kesejahteraan masyarakat dan melakukan tindakan memeratakan pendapatan serta kekayaan. Ekonom lainnya yang memberikan sumbangan terhadap pendapat itu adalah Hans Singer dan Benjamin Higgins yang keduanya merupakan pakar di PBB.
Di dalam pertemuan para pakar menghasilkan publikasi mengenai dokumen kebijakan umum yang diberi judul ”perencanaan sosial” (PBB, 1971). Saran yang praktis hanya bersifat umum bahwa unit perencanaan sosial akan ditetapkan di pertemuan para menteri perencanaan pusat untuk merumuskan perencanaan bidang-bidang tertentu, yang dampak sosial dari perencanaan ekonomi dan fisik serta menitik beratkan pada proses secara keseluruhan dari tujuan pembangunan sosial. Sejumlah resolusi penting dari penggabungan perencanaan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial dan berbagai topik lainnya diakui oleh PBB di akhir tahun 1970-an. Upaya guna mendorong penerimaan perencanaan sosial di antara pemimpin negara dunia ketiga. Namun demikian, ketika perencanaan sosial telah diterima sebagai upaya yang paling baik di dalam menggabungkan konsep pembangunan ekonomi dan sosial, banyak pertanyaan mengenai sifat dasar dari perencanaan sosial yang tidak terjawab (Apthorpe, 1970).

5.2 Lembaga Internasional lainnya dan Pembangunan Sosial
Pendekatan penggabungan pembangunan sosial-ekonomi, merupakan strategi lain dalam memajukan pembangunan sosial sesegera mungkin. Selain itu juga meningkatkan lembaga-lembaga internasional. Walaupun pakar internasional saling bertukar pikiran dan memainkan peranan penting di dalam merumuskan pendekatan tersebut, peranan pejabat di berbagai lembaga juga sangat menentukan. Difasilitasi oleh PBB, perumusan dan pemasyarakatan pendekatan baru dapat diterima.
Beberapa lembaga internasional termasuk di dalamnya seperti misalnya Organisasi Kesehatan Dunia, UNICEF, Bank Dunia, ILO, kesemuanya telah memberikan sumbangan terhadap munculnya strategi pembangunan sosial yang baru. Beberapa lembaga internasional, di antaranya WHO, ILO, telah bertanggung jawab terhadap perencanaan sosial sejak lembaga tersebut didirikan, namun kesemuanya harus memperbaiki pendekatan konvensinya melalui berbagai seminar agar peranan dapat diwujudkan di dalam perencanaan sosial di negara berkembang.
Bank Dunia juga berupaya untuk merevisi kembali kegiatan pembangunan sosial di tahun 1976 dengan memperhatikan pemikiran seluas mungkin. Bank Dunia telah menetapkan untuk menyediakan dana guna membantu ekonomi tradisional daripada proyek-proyek kesejahteraan sosial. Walaupun demikian, selama dipegang oleh presiden Robert McNamara, Bank Dunia mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial khususnya masalah kemiskinan dan ketidak-merataan. Selama masa jabatan dia, pengeluaran dana untuk pendidikan, kesehatan, perumahan, penyediaan air bersih, pembangunan desa, dan proyek lainnya ditingkatkan secara nyata (Bank Dunia, 1975). Barangkali banyak yang kagum mengenai pandangan Bank Dunia mendukung berbagai kegiatan yang telah diterbitkan di tahun 1974 yang disebut dengan kebijakan pemerataan pendapatan dan kekayaan bagi kelompok termiskin (Chenery, 1974). Gema dari Myrdal telah mendesak terus-menerus agar pemerataan kembali menjadi para-kondisi terhadap pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya adalah kesamarataan dan tujuan pembangunan tidak hanya berlawanan tetapi juga saliing melengkapi.
Barangkali sangat terkenal berbagai strategi pembangunan sosial yang telah dirumuskan di tahun 1970-an yang disebut dengan pendekatan kebutuhan dasar. Pendekatan tersebut telah secara resmi diterima oleh ILO di dalam konferensi buruh internasional di tahun 1976. sebagaimana diketahui dari hasil penelitian bertahun-tahun bahwa masalah pengangguran dihadapi oleh negara berkembang, kemudian ILO dan para pakarnya memberikan kesimpulan bahwa strategi pertumbuhan ekonomi tradisional dapat menyerap tenaga kerja menjadi tenaga kerja produktif dalam skala besar untuk menghadapi masalah kemiskinan yang luas di masa depan. Pilihan demikian tidak merugikan sumberdaya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan sebagai wujud langsung penanganan pengangguran. Dengan menempatkan prioritas utama pada pendidikan, pelayanan kesehatan pedesaan, penyediaan air bersih, pemberantasan buta aksara dan program kegiatan lainnya, kesemuanya itu merupakan akar dari masalah sosial yakni keterbelakangan. Selain itu diperlukan menggabungkan komponen ekonomi dan sosial di dalam proses pembangunan (Ghai, 1977, Streeten, 1981).
Bentuk kebutuhan dasar menimbulkan berbagai pemikiran di dalam pembangunan sosial yang muncul baik di lembaga-lembaga pembangunan maupun di dunia akademik selama tahun 1960-an. Konsep mengenai kebutuhan dasar bukan hanya diterima oleh ILO, tetapi lembaga lain seperti Bank Dunia juga. WHO dan UNICEF juga menerapkan apa yang disebut konsep kebutuhan dasar utama. Penyebarluasan tentang perdagangan internasional dan luar negeri sebagaimana dilaporkan Brandt (1980) menunjukkan adanya pemikiran mengenai kebutuhan dasar tersebut.
Perencanaan ekonomi dan sosial terpadau, pemerataan pertumbuhan dan kebutuhan dasar kepada semua kalangan diasumsikan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab terhadap kemajuan pembangunan sosial. Pendekatan demikian juga menilai bahwa pemerintah dapat meningkatkan pembangunan sosial secara efisien dan tepat. Walaupun, beberapa penganjur daari pembangunan sosial tidak setuju dengan pendekatan statis, mereka yakin bahwa pembangunan sosial merupakan langkah terbaik guna mendorong upaya kemandirian masyarakat lokal. Kritik ini bermula dari rumusan mengenai pendekatan yang disebut dengan ”partisipasi masyarakat”.
Para pengajur pendekatan partisipasi masyarakat menuntut bahwa pemerintah harus menciptakan birokrasi yang efisien, tidak boleh menghambur-hamburkan sumber daya dalam proyek yang tidak bermanfaat, menggunakan jabatan untuk melakukan korupsi, dan hanya untuk kepentingan politikus tertentu, yang umumnya banyak merugikan masyarakat luas. Mereka yakin bahwa tujuan pembangunan sosial akan dapat diwujudkan bilamana masyarakat luas dapat dimobilisir di dalam proyek tertentu yang masyarakat lokal dan jika mereka menjadi bagian dari proyek tersebut. Konsep mengenai partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat menjadi slogan yang sangat terkenal dan banyak lembaga swadaya masyarakat, baik lokal maupun internasional, menyebarluaskan konsep tersebut. Ketika sebagian penganjur dari partisipasi masyarakat menyarankan agar menggabungkan kegiatan pemerintah dan usaha yang terkenal tersebut, dan yang lain tidak mempercayai pemerintah dan menjelaskan bahwa NGO akan bertanggung jawab terhadap pembangunan sosial. Beberapa NGO juga menuntut agar lembaga pemerintah lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (Hollnsteiner, 1982 dan Marsden & Oakley, 1982).
Beberapa lembaga internasional yang memperkenalkan model pembangunan statis juga memulai meningkatkan penggunaan partisipasi masyarakat. PBB menyebarluaskan beberapa laporannya mengenai partisipasi di tahun 1970-an dan diwujudkan ke dalam bagian organisasi dari pembangunan masyarakat. Organisasi seperti UNICEF, WHO dan Bank Dunia, menekankan pada keterlibatan masyarakat lokal di dalam pembangunan sosial dan khususnya dalam skala kecil, proyek pembangunan lokal (Bank Dunia, 1975). Di tahun 1980-an, titik beratnya diperbaiki termasuk memperhatikan lingkungan, yang tidak hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan perusakan sumber daya alam, habitats makhluk hidup. Pembangunan berkelanjutan, merupakan suatu pendekatan yang menjadi terkenal, sejak perhatian secara luas pembangunan diselenggarakan di seluruh dunia.
Kepedulian khusus oleh pekerja sosial di dalam upaya Lembaga PBB regional seperti misalnya ESCAP, lembaga ini berupaya untuk meningkatkan penerimaan kebijakan sosial yang mengkhususkan pada kebutuhan pembangunan. Pencarian bentuk pembangunan yang benar bagi kesejahteraan sosial dan pelayanan pekerjaan sosial yang dimulai dari pertemuan internasional para menteri yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan sosial, diselenggarakan di New York tahun 1969. di dalam pertemuan tersebut, perdebatan terhadap pekerjaan sosial terutama terhadap pelayanan sosial, dan menjadi pengantar dari penghargaan yang lebih besar terhadap intervensi yang dapat memperkuat hubungan antara program pembangunan kesejahteraan sosial. Laporan dari pertemuan para menteri tersebut menyebutkan ada 3 pendekatan di dalam kesejahteran sosial yakni remedial, preventive, dan pengembangan. Tidak ada lembaga kesejahteraan sosial nasional yang peduli terhadap pekerjaan sosial remedial, para menteri menyarankan agar lebih menekankan pada pencegahan dan baru, pengembangan yang cocok di wilayah masing-masing.
Untungnya, sebagai contoh nyata pembangunan kesejahteraan sosial telah dikemukakan oleh salah satu delegasi dari pertemuan menteri tersebut. Sedikit pemerintah mampu menunjukkan program yang dapat menemukan kebutuhan sosial yang sangat mendesak, dan di waktu yang bersamaan, dukungan positif terhadap pembangunan terus mengalir. Akhirnya sedikit pemerintah mampu meyakinkan pertemuan para menteri untuk menerapkan pendekatan pengembangan.
Salah satu pengecualian adalah negara Filipina yang menjadi tuan rumah pertemuan regional pertama kali Para Menteri Bidang Kesejahteraan Sosial Asia yang diselenggarakan pada tahun 1970 (Filipina, 1971). Di dalam pertemuan tersebut, sejumlah bentuk pembangunan yang cocok telah didiskusikan. Termasuk di dalamnya adalah perencanaan sosial yang lebih efektif oleh menteri kesejahteraan, mereka secara aktif memberikan dukungan kepada keluarga berencana, memperkenalkan program yang berhubungan masalah pengangguran remaja, dan ada pula yang menitik beratkan pada gizi, dan kebutuhan pendidikan bagi anak usia dini. Di tahun 1976, pemerintah Filipina secara resmi menerima program pembangunan kesejahteraan sosial dengan menyeluruh berdasarkan sejumlah komponen pembaharuan. Hasil dari pendekatan pembangunan baru demikian, departemen kesejahteraan sosial menjadi dikenal dengan sebutan Departemen Pelayanan Sosial dan Pembangunan. Beberapa departemen yang ada sebelumnya yang mempunyai program remedial, seperti misalnya pola bantuan sosial tradisional, kemudian diubah dan berorientasi pada pengembangan baru, program baru bagi penganggur muda, pendidikan usia dini mulai diperkenalkan. Departemen tersebut kemudian menjamin keluarga berencana menjadi bagian penting dari kegiatan kesejahteraan sosial dan menekankan pada intervensi yang didasarkan pada masyarakat. Lebih khusus lagi adalah kepedulian terhadap program perlindungan anak yang berusaha untuk menambah standar gizi mereka bagi yang masih usia dini. Program demikian dihubungkan dengan kegiatan wanita.
Para menteri kesejahteraan sosial di negara Asia lainnya juga mengadakan kegiatan yang sama seperti yang ada di Filipina, yang dikenal dengan program kesejahteraan sosial wilayah yang berusaha untuk membantu upaya pembangunan nasional melalui peningkatan pelayanan gizi, keluarga berencana, usaha kecil dan kegiatan serupa lainnya. Pemikiran demikian juga sebagai dampak besar dari lembaga internasional seperti UNICEF yang melakukan kegiatan pada pendekatan sebelumnya untuk kesejahteraan anak dan mencakup secara luas peningkatan kesehatan anak, gizi, dan pelayanan kehamilan di negara dunia ketiga. Lembaga regional PBB lainnya juga melakukan kegiatan untuk meningkatkan pendekatan pembangunan kesejahteraan sosial, tetapi upayanya tidak berhasil. Sekarang in, negara Asia Tenggara barangkali menjadi contoh terbaik di dalam menerima pendekatan pembangunan kesejahteraan sosial.



5.3 Pembangunan Sosial di Negara Industri
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, konsep pembangunan sosial muncul di wilayah jajahan Inggris di pertengahan abad ke-20. walaupun pembangunan sosial dipengaruhi secara nyata oleh pemikiran Barat (seperti konsep (Utopia dan teori perubahan sosial), dan dengan perencanaan mengenai kesejahteraan negara, pembangunan sosial mempunyai masa depan yang cerah dan dirumuskan dengan lengkap di dalam konteks pembangunan negara dunia ketiga. Konsep pembangunan sosial telah digunakan oleh berbagai lembaga internasional dan juga para pakar di dalam kegiatan sosial dengan konteks pembangunan ekonomi di negara berkembang.
Jadi,tentu saja, program di negara industri dapat digunakan sebagai ciri dari pendekatan pembangunan sosial di negara berkembang. Sebagai contoh, perencanaan wilayah yang diambil dari Eropa dan Amerika telah dicobakan pula di dalam perencanaan kota yang perencanaan itu mencakup lingkungan fisik guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong kemajuan sosial. Walaupun demikian, hubungan yang jelas antara perencanaan wilayah dengan pembangunan sosial belum sepenuhnya diterima secara luas dan masih menjadi perpektif di masa depan. Faktor lainnya adalah perencanaan wilayah adalah menekankan pada pembangunan infrastruktur, daripada penekanan pada program sosial. Demikian pula, untuk menghadapi gerakan anti-intervensi yang ada di negara industri maju di tahun 1980-an, perencanaan wilayah telah dijadikan prioritas rendah di banyak pemerintahan Barat.
Walaupun pembangunan sosial telah mempengaruhi secara luas pelayanan sosial pemerintah di negara industri maju dan dengan munculnya kebijakan sosial, keduanya tidaklah sama. Sebagai suatu proses, bentuk rumusan kebijakan sosial merupakan unsur yang ada di dalam pembangunan sosial. Secara jelas, tujuan pembangunan sosial hanya dapat diupayakan melalui kebijakan sosial yang efektif yang langsung bersentuhan dengan masalah sosial dan kebutuhan sosial. Namun, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, kebijakan sosial di kebanyakan industri maju hanya sedikit terkait dengan pembangunan ekonomi. Kebijakan sosial dan pelayanan sosial di beberapa negara maju diikuti dengan perencanaan program guna meningkatkan pembangunan ekonomi, dan pada umumnya pelayanan sosial diyakini akan secara langsung dapat didukung oleh ekonomi. Di dalam pendekatan sosial yang tradisional, ekonomi akan menyediakan kebutuhan dan ongkos bagi kesejahteraan sosial. Di waktu yang sama, sistem kesejahteraan seringkali dianggap diberi tetesan oleh ekonomi. Sedikit pemerintah di negara industri maju menghargai adanya pelayanan sosial sebagai partner utama dengan ekonomi atau pandangan ekonomi serta pelayanan sosial sebagai saling mendukung dan saling memperkuat.
Di Swedia menggunakan istilah kebijakan sosial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan pendekatan pembangunan sosial yang telah diselenggarakan oleh negara industri seperti misalnya Amerika Serikat. Selain itu di Amerika juga ada usaha yang sistematis sejauh ini guna meningkatkan tujuan pembangunan sosial di kalangan akademis. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, upaya memajukan pendekatan pembangunan sosial di Amerika dengan mendorong usaha kelompok pekerja sosial Amerika yang bekerja di lembaga internasional untuk memperoleh pengalaman dari kondisi di dunia ketiga.
Kegiatan mereka dapat dirumuskan kembali di dalam pembela dan pendukung pembangunan sosial di Universitas Minnesota di bawah pimpinan John Jones (1971), dan kemudian menjadi bagian perspektif pembangunan sosial maupun kepada program pekerjaan sosial lainnya di Amerika. Sebagaimana Roland Meinert (1991) mengatakan bahwa membuat konsursium antar universitas bagi Pembangunan Sosial Internasional di akhir tahun 1970-an, dengan menyertakan pendidik dari beberapa universitas Amerika, untuk mengajari mereka membuat journal baru, issu pembangunan sosial, dan publikasi mengenai beberapa artikel penting maupun buku yang berkaitan dengan mata ajar pembangunan sosial (Paiva, 1977). Konsursium sekarang telah menyebar luas ke organisasi internasional yang antara lembaga dengan anggotanya terdiri dari banyak negara yang berbeda. Walaupun organisasi tersebut belum sepenuhnya mempengaruhi kebijakan sosial pemerintah Amerika Serikat, keadaan sekarang ini lebih kondusif dalam upaya yang terorganisir.

BAB VI HIDUP DAN MATINYA PEMBANGUNAN SOSIAL
Ketika upaya nyata di dalam memperkenalkan pendekatan pembangunan sosial di negara industri tahuan 1970, peristiwa politik menghambat upaya tersebut secar efektik, tantangan berasal dari pemikiran mengenai pemerintah yang harus bertanggung jawab dalam memajukan pembangunan sosial guna mempertinggi kesejahteraan penduduknya. Tantangan yang sangat serius berasal dari pihak oposisi yakni Kelompok Hak Asasi Radikal yang merupakan gerakan politik untuk mendapatkan kekuatan politik di Inggris, Amerika, dan negara lainnya di akhir tahun 1970-an (Midgley, 1991). Pembela hak asasi radikal telah mampu untuk mempengaruhi banyak pemilih dengan mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan kesalahan dengan banyaknya pengangguran, inflasi dan perampasan yang dilakukan oleh serikat dagang yang menjadi ciri pada masa itu. Dua kali terjadi krisis minyak di tahun 1970-an telah menyebabkan masalah ekonomi yang serius dan meskipun ada usaha dari pemerintah untuk mengatasi masalah melalaui penggunaan perencanaan ekonomi Keynesia, resesi, inflasi dan pengangguran tetap tidak teratasi.
Berdasarkan pemilihan umum pemimpin hak asasi radikal seperti misalnya Mrs Tatcher sebagai perdana menteri Inggris di tahun 1979 dan Ronald Reagen sebagai presiden Amerika di tahun 1980-an, keduanya percaya bahwa pemerintah akan bisa bertanggung jawab terhadap pembangunan sosial meskipun menghadapi tantangan yang serius. Chili dengan presidennya Allende yang dijatuhnya oleh kelompok hak asasi radikal, akhirnya merobak kebijakan ekonomi dan sosialnya. Tambahan lagi, IMF yang telah memberikan bantuan untuk pembangunan sosial sekarang mendapatkan kesempatan baru untuk mengarahkan kebijakan keuangannya dengan memberikan kredit di negara dunia ketiga.
Kelompok hak asasi radikal menghidupkan kembali model teori pasar bebas di abad ke-19. Kelompok hak asasi radikal melawan pemerintah dengan intervensi pemerintah yang yakin bahwa pembangunan sosial akan muncul secara alamiah sebagai hasil pertumbuhan ekonomi. Mereka juga percaya bahwa pertumbuhan ekonomi akan bertambah maju jika pemerintah menahan diri untuk perencanaan ekonomi dan lebih menekankan kebijakan dalam mengurangi pajak untuk membantu wirausahawan dalam meminimalkan keuntungan dan kekayaannya.
Kelompok radikal tidak menghilangkan negara kesejahteraan di negara industri, tetapi sangat sangat sedikit dalam memotong anggaran sosial, privatisasi atau melepaskan pelayanan sosial kepada penyedia layanan komersial dan membuat perhitungan dengan keuntungan dari pelayanan sosial. Hal tersebut berarti tanggung jawab pemerintah terhadap kesejahteraan sosial menjadi berkurang, terpusat, menyeluruh mengenai kesejahteraan negara berubah secara total.
Serupa dengan pembangunan di negara dunia ketiga selama tahuan 1970-an, ketika suku bunga menjadi rendah dan kredit tanpa bunga tersedia dengan cukup, pemerintah di banyak negara berkembang meminjam sejumlah besar dana yang digunakan untuk membiayai proyek pembangunan ekonomi dan sosial. Berdasarkan pada pengaruh kuat dari kelompok hak asasi radikal di negara industri, suku bunga menjadi membumbung tinggi, dan banyak negara berkembang tiba-tiba menghadapi hutang internasional yang tidak terhingga. Di antara negara berkembang kemudian meminjam dari dana IMF dan Bank Dunia untuk membiayai pembayaran hutangnya, sehingga mereka kemudian memangkas anggaran untuk program kesejahteraan sosialnya (Cornia, 1987). Dengan keadaan yang demikian, daya dorong untuk pembangunan sosial yang menjadi ciri tahun 1960-an dan tahun 1970-an, akhirnya menguap.
Sebagaimana telah diuraikan di dalam bab sebelumnya, masalah kemiskinan dan perampasan sosial bertambah lagi dengan proporsi yang serius tidak hanya di negara berkembang tetapu juga di semua negara industri maju. Memotong kembali di dalam investasi sosial, privatisasi program sosial, mengesampingkan perencanaan sosial dan kebijakan pembangunan lainnya yang disertai dengan munculnya hak asasi radikal menimbulkan tidak tercapainya kebutuhan sosial. Krisis internasional dan konflik sipil, kekerasan di dalam negeri dan kecenburuan etnis, politik yang represif, industrialiasasi yang mandeg di negara barat dan kemandegan ekonomi di banyak negara menambah luasnya masalah. Di abad ke-20 secara nyata kondisi kehidupan manusia sangat menyedihkan.
Untungnya, ada tanda-tanda pertumbuhan di dalam mengatasi masalah pada waktu itu dengan langkah yang sistematis. Suatu langkah menikung dari kelompok hak asasi radikal, yang para pemimpin politik tidak lama hanya di kantor, kebanyakan negar industri, kebanyakan pemilihnya memberikan dukungan terhadap partai politik yang berjanji untuk menyediakan kebutuhan dasar. Di tingkat internasional, kemiskinan dunia, kelaparan, dan penyakit sosial lainnya mendapat perhatian yang cukup. Meskipun ada upaya untuk menolak intervensi (anti intervensi) di tahun 1980-an, gagasan mengenai pembangunan berkelanjutan memasuki wilayah pembangunan untuk membangkitkan kembali pemikiran pembangunan ekonomi itu sendiri tanpa harus mencari upaya pemecahan masalah sosial yang dihadapi umat manusia. Meskipun, penganjur dari pembangunan berkelanjutan menghadapi kritik yang tajam mengenai kemunduran dari pertumbuhan dan keuntungan karena pembangunan menimbulkan kerusakan lingkungan dan kehidupan umat manusia. Di tahun 1990-an UNEP mempublikasikan seri pertama dokumen baru untuk menghadapi pembangunan sosial. Walaupun demikian organisasi tersebut (UNEP) menggunakan logika baru ”pembangunan manusia’, yang hal ini tidak berbeda dengan istilah pembangunan sosial. Keputusan PBB mengenai konferensi mengenai pembangunan sosial di tahun 1995 memunculkan keinginan dari bawah. Kegiatan tersebut diselenggarakan setelah masa kemunduran, yang pembangunan sosial menjadi agenda global masyarakat dunia. Dengan mendapatkan dukungan pemimpin dunia, masa depan memperbaharui pendekatan pembangunan sosial akan lebih baik daripada sebelumnya, semoga.

Daftar Pustaka
Midgley, James, 1995. Social Development: “Development Perspective in Social Welfare”. Sage Publication. London.

Tidak ada komentar: